Selasa, 04 Oktober 2011

ENDOKRINOLOGI

ENDOKRINOLOGI


Endokrinologi  merupakan  salah satu cabang  fisiologi  yang khusus mempelajari kelenjar endokrin (kelenjar buntu). Tidak seperti kelenjar exokrin yang mempunyai sistem saluran untuk mengalirkan hasil sekresinya (keringat, empedu, getah cerna,
dan  lain-lain),  maka  kelenjar  endokrin  tidak  mempunyai sistem  saluran khusus, sehingga hasil  sekresinya  langsung masuk peredaran darah.
Evolusi hewan yang membentuk struktur komplex dengan  ribuan sel serta berbagai sel khusus, meliputi pengembangan  sistem yang  menyatukan  serta mengkoordinasikan fungsi  sel  hewan hidup untuk melaksanakan proses tubuhnya. Dibedakan 2 sistem yaitu  sitem  saraf dan sistem endokrin.  Adaptasi  terhadap pengaruh  lingkungan  luar merupakan fungsi  penting  sistem saraf  dan sistem endokrin. Impuls sarafi terutama  membang­kitkan reaksi cepat yang berlangsung singkat terhadap  peru­bahan  lingkungan  yang sporadis. Sistem  endokrin  (hormon) membangkitkan  reaksi  adaptif yang berlangsung  lebih  lama sebagai respons terhadap stimuli lingkungan yang lebih lama.
6.1 Sistem Endokrin (hormon)
Definisi  hasil  sekresi  kelenjar  endokrin  yaitu   hormon adalah : suatu zat organik yang dihasilkan serta  dilepaskan oleh  sel-sel  hidup suatu jaringan khusus  dalam  organisme itu,  yang berdifusi atau merembes ke dalam peredaran  darah serta  diangkut  ke jaringan organ sasaran  dan  menyebabkan penyesuaian  terpadu antar bagian tubuh dan aktivitas  orga­nisme. Hormon dapat dibedakan dari vitamin berdasarkan bahwa vitamin berasal dari makanan atau disintesis dari bahan yang berasal dari makanan atau hasil metabolisme.
6.1.1 Sifat Umum Hormon
Secara kimiawi hormon dapat dibagi dalam 3 klas :
1. Hormon  steroid  (hormon kortex  adrenalis  dan  kelenjar kelamin).
2. Hormon  protein atau derivatnya (hormon kelenjar  hipofi­sis, tiroid, paratiroid, pankreas dan medulla adrenalis).
Klasifikasi  ini  tidak sempurna  karena  ovarium  merupakan sumber relaxin, suatu hormon tipe protein.
6.1.2 Kerja Hormon
Secara biokimia bersifat sebagai berikut :
1. Berat molekulnya rendah, dapat larut dan tidak  mempunyai efek bertambah.
2. Hormon  bekerja dalam jumlah yang sangat  sedikit,  namun dapat   memberikan  efek  yang besar.  Estradiol   pada tingkat10  kg mampu bekerja terhadap mukosa  vagina  dan endometrium
3. Hormon  mengatur kecepatan reaksi, tetapi  tidak  memulai reaksi,  bekerja  sebagai  katalisator  organik.  Tiroxin merangsang  peningkatan  penggunaan  O2  oleh  organisme, namun  organisme  itu tetap menggunakan O2  tanpa  adanya tiroxin itu meskipun lebih lambat.
4. Hormon tidak menyediakan energi pada suatu reaksi.
5. Hormon  dengan  cepat hilang dari  peredaran  darah.  90% hormon progesteron menghilang dari darah dalam waktu  10-20  menit,  walau  hasil kerja hormon  itu  belum  tampak sampai berjam-jam dan bahkan harian.
6. Kecepatan  sekresi  hormon  tidak  seragam.   Disesuaikan dengan berbagai kebutuhan untuk pertumbuhan,  diferensia­si, reproduksi dan adaptasi pada perubahan lingkungan.
6.1.3 Efek Umum Hasil Kerja Hormon
1. Morfogenesis
Aktivitas morfogenesis dapat dilihat pada  STH-merangsang pertumbuhan organisme. Hormon steroid-merangsang  pertum­buhan uterus (estradiol) dan prostat (testosteron).
2. Pemeliharaan  lingkungan
Dalam.  pemeliharaan  kemantapan lingkungan  internal,  sebagian karena  sistem  endokrin. Hormon insulin,  parathormon,  epinefrin  dan  kortikoid adrenalis pegang peranan penting dalam hal ini.
3. Integrasi peristiwa fisiologis
   Integrasi kegiatan fisiologis penting dalam ekonomi tubuh organisme. Kegiatan reproduksi diatur oleh sistem   rin sehingga kesediaan dikawini pada hewan betina terjadi pada saat sebelum ovulasi atau sesudah ovulasi dan  kopu­lasi  terjadi dengan hasil fertilisasi ovum (sel  telur). Ovum yang telah dibuahi bergerak turun dalam oviduct  dan tinggal bebas dalam uterus sampai siap untuk melekat pada dinding uterus (implantasi). Bersamaan dengan itu  uterus diubah  oleh kerja hormon ovarium, sehingga  uterus  siap menerima  embrio. Bila kedua kejadian itu tidak  sinkron, implantasi  dan  kebuntingan akan gagal.  Dalam  hal  ini sistem endokrin bekerja sama dengan sistem saraf.
.6.1.4 Regulasi Sekresi Hormon
Regulasi  atau  replex neuroendokrin terdiri  dari  komponen sarafi yang aferen dan endokrin yang eferen. Regulasi  saraf tepi  pada  fungsi endokrin terjadi  misalnya  pada  medulla adrenalis yang sekresinya diatur oleh serabut saraf simpatis preganglion.  Pada  kelinci  pelepasan  LH  terjadi  setelah 
kopulasi atau stimulasi cervix uteri. Exsitasi sistem  saraf pusat  menyebabkan  pelepasan  LH  oleh  kelenjar  hipofisis anterior. Mungkin  pula  jalan  eferen itu  melalui  peredaran  darah. Sekresi  hipofisis anterior dan posterior, mula-mula  diatur secara  sarafi,  tetapi faktor pelepas hormon  yang  humoral dari  hipotalamus merupakan regulator utama  bagi  aktivitas Šhipofisis  anterior. Sekresi atau keluaran eferen  hipofisis posterior unik, karena hormon dari hypotalamus ke  hipofisis poserion berjalan melalui axon sebelum dilepaskan ke pereda­ran darah.
Regulasi  pelepasan  hormon  oleh  metabolit  tertentu  yang dikerjai  oleh  hormon itu. Mekanisme  ini  tergantung  pada tingkat  metabolit  itu dalam peredaran  darah.  Parathormon yang  meningkat  menyebabkan  peningkatan  Ca  darah.  Namun ketika  kadar Ca meningkat, pelepasan parathormon  dihambat. Hal  itu menyebabkan turunnya tingkat Ca darah dan ini  pada gilirannya  menyebabkan  pelepasan  parathormon   meningkat, sehingga  terselenggaralah  tingkat Ca-darah  dalam  kisaran
normal. Kelenjar pankreas peka terhadap konsentrasi  glukose dalam darah. Suatu lintasan serafi aferen dapat mengaktifkan Medulla  adrenalis  dan  hasilnya  peningkatan   konsentrasi glukose  darah,  yang pada gilirannya  meningkatkan  sekresi insulin dari pankreas.
Regulasi  humoral  tipe lain terjadi  pada  hubungan  antara hipofisis  anterior dan kelenjar sasarannya.  Hormon  tropik dari kelenjar hipofisis anterior mengatur aktivitas kelenjar endokrin  lain dan sekresinya mengumpanbalik atau  bertindak sebagai kontrol humoral aferen pada hormon hipofisis  spesi­
fik yang merangsang produksinya. Servo-mekanisme atau  umpan  balik negatif terutama menyangkut hormon tropik dari hipofi­sis  dan hormon yang dilepaskan oleh kelenjar sasaran.  Jadi estradiol yang dilepaskan ovarium bekerja balik pada hipota­lamus atau hipofisis untuk mengurangi pelepasan FSH (setelah estradiol  mencapai  tingkat  konsentrasi  tertentu).  Umpan balik  positif dapat dilihat pada hubungan LH dengan  estro­gen.  LH  ikut  merangsang sekresi  estrogen  setelah  kadar estrogen meningkat dalam darah produksi LH tetap  meningkat. Akhirnya KH menyebabkan ovulasi.
Jumlah hormon untuk jaringan tertentu tidak hanya tergantung pada  laju sekresi, exkresi dan degradasi, namun  juga  pada kapasitas  protein  darah untuk mengikatnya.  Tiroxin  dalam
darah  terikat pada albumin dan à - globulin.  Dalam  bentuk terikat  ini  hormon belum dapat bekerja pada  sel  sasaran, harus  dibebaskan dari ikatan dengan protein itu. Ada  meka­nisme  pada  tingkat seluler yang dapat  membebaskan  hormon itu.  Banyak hormon steroid berikatan dengan protein  darah. Hal  ini  penting artinya bagi  transportasi  dan  aktivitas hormon itu (estro-protein).

Antihormon

Injeksi hormon tipe protein atau polipeptida yang  sinambung dan   lama   menyebabkan   menurunnya   atau   menghilangnya reaktivitas.  Antihormon (pelawan hormon) terhadap  insulin,
parathormon, kalsitonin, glukagon dan keenam hormon  hipofi­sis  anterior telah dapat diproduksi. Antihormon  diproduksi oleh  organisme hanya bila berhadapan dengan antigen  hormon dari spesies lain.
6.1.5 Macam-macam kelenjar endokrin
Kelenjar endokrin dalam tubuh terdiri dari :
1. Kelenjar hipofisis (pituitaria)
2. Kelenjar teroid (gondok)
3. Kelenjar paratiroid
4. Kelenjar adrenalis (suprarenalis, epinephron)
5. Ovarium (indung telur)
6. Testis (buah pelir)
7. Pulau-pulau Langerhans pankreas
8. Plasenta (ari-ari)
Selain  itu  ada kelenjar yang  berfungsi  seperti  kelenjar endokrin :
1. Kelenjar timus (thymus)
2. Kelenjar epifisis (pineal body)
3. Kelenjar pada mukosa lambung dan duodenum



6.2 Hipotalamus (Hypothalamus)

Hipotalamus  dikenal  sebagai  pusat  sistem  saraf  otonom. Hipotalamus merupakan bagian diensefalon (diencaphalin) yang terletak ventral dari talamus (thalamus) dan membentuk dasar ventrikel III. Biasanya hipotalamus dianggap meliputi kiasma optikus  (chiasma opticus), tuber cinereum, benda  mammiler, eminensia tengah, infundibulum dan neurohipofisis. Infundib­ulum  dan  neurohipofisis  termasuk  pula  dalam  morfologis hipofisis.
Hipotalamus dan hipofisis merupakan dwitunggal sebagai suatu kesatuan  fungsional.  Ada  hubungan  neurovaskuler   antara nuclei  hipotalamus dan kelenjar hipofisis.  Biasanya  dalam hipotalamus  tidak  termasuk  kelenjar  hipofisis,  meskipun hipofisis posterior (pars nervosa) berasal dari  diensefalon
dan anatomis merupakan juluran hipotalamus.
Rangsangan  luar  (cahaya, dan lain-lain) dan  steroid  yang beredar bekerja terhadap hipotalamus untuk mensekresi faktor pelepas (RF = releasing factor). Faktor pelepas itu memasuki sirkulasi  portal hipotalamus hipofisis dan langsung  dibawa ke  kelenjar  hipofisis anterior dan  menyebabkan  pelepasan 
hormon  hipofisis  yang  masuk ke  peredaran  umum.  Sel-sel supra-opticus dan nuclei paraventricularis merupakan neuron-neuron  yang berfungsi sekretoris dan disebut  sel-sel  neu­rosekretoris.   Sel-sel  ini  mengandung  bakalan   exitosin (oxytocin)  dan  vasopressin, yang mengalir  sepanjang  axon tractus  saraf  hipotalamus-hipofisis  dan  dilepaskan  dari hipofisis  posterior.  Stimulus untuk pelepasan  salah  satu
hormon biasanya menyebabkan pula pelepasan hormon yang lain­nya.




6.3 Kelenjar Hipofisis (Hypohysis)
Hipofisis  berbentuk oval dan terletak pada cekungan  tulang di dasar otak, yang dikenal sebagai sella tursica.  Kelenjar itu  mensekresi sejumlah hormon, beberapa berperan  langsung pada  reproduksi dan lainnya tidak langsung. Selain itu  MSH (Melanophore  Stimulating Hormone), yang  mengatur  sintesis
serta  penyebaran  melanin  dan  vasopressin  yang  mengatur tekanan  darah  dan  keseimbangan  air  (homeostasis),  juga disekresi oleh kelenjar hipofisi. Hipofisis pernah  dianggap sebagai  pusat  sistem endokrin. Berdasarkan  tipe  sel  dan embriologi, hipofisis terdiri dari 2 bagian :
1. Hipofisis anterior (lobus anterior) : adenohipofisis.
2. Hipofisis posterior (lobus posterior) : neurochipofisis (parsnervosa).
6.3.1 Suplai darah
Kelenjar  hipofisis  menerima darah arteri dan  vena.  Darah arteri  berasal  dari arteria hipofisis dorsal  dan  ventral yang  membawa makanan dan oxigen ke adenohipofisis dan  neu­rohipofisis. Darah vena yang memasuki adenohipofisis dari  2 anyaman  kapiler dieminensia media dan di  batang  hipofisis
bagian bawah serta lobus neuralis dari neurohipofisis.
6.3.2 Inervasi
Kelenjar  hipofisis dilayani oleh  serabut-serabut  simpatis dari  plexus perivaskuler, serabut-serabut parasimpatis  dan tractus hypothalamohypophysis. Pars distalis tak  mengandung ujung-ujung saraf. Ujung-ujung saraf hanya terdapat di  pars tuberalis dan terutama di lobus posterior tempat bermuaranya tractus saraf dari hipotalamus.
6.3.3 Tipe sel

Sel-sel  chromophobe yang tidak mempunyai butir-butir  warna merupakan sel-sel cadangan kelenjar hipofisis. Bila  sel-sel itu  memperoleh butir-butir warna mereka menjadi  chromophil
dan dapat bersifat acidophil (sel à) atau basophil (sel  á). Tipe  sel  ini menghasilkan ke-6 hormon  hipofisis  anterior (lihat diagram).
6.3.4 Hipofisis anterior
Adenohipofisis  terletak  anterior dari  neurohipofisis  dan dibagi  atas  3 bagian : pars distalis, pars  tuberalis  dan pars  intermedia.  Kadang-kadang  pars  intermedia  dianggap sebagai bagian hipofisis posterior. Pars intermedia dibentuk oleh lapisan sel yang sinambung dengan neurohipofisis.  Pars
intermedia merupakan tempat sintesis MSH. Sedang pada  hewan yang tidak memiliki pars intermedia, MSH dibuat di hipofisis anterior. MSH disebut juga sebagai hormon intermedia.
Para  tuberalis  terdiri  dari lapisan  sel  yang  merupakan juluran  epitel  tipis dari pars distalis  dan  mengelilingi batang saraf. Batang hipofisis terutama terdiri dari  batang saraf yang menghubungkan hipofisis posterior dengan  hipota­lamus.  Pars tuberalis banyak mengandung pembuluh darah  dan
serabut  saraf,  mengandung sedikit sel kelenjar  dan  tidak diketahui fungsi endokrinnya.
Pars  distalis  merupakan bagian  utama  adenohipofisis  dan terdiri  dari  rangkaian sel yang bercabang  dan  dipisahkan oleh sinusoid. Pars distalis mengandung sel penghasil hormon yang mensekresi :
1. STH   : somatotropic hormone (somatotropin) : hormon pertumbuhan
2. ACTH  : adrenocorticotropic hormone (adrenocorticotropin)
3. TSH   : thyroid stimulating hormone atau  TTH : thyrotropic hormone (thyrotropin).
4. LTH   : lactotropic hormone (lactotropin) atau prolactin.
5. FSH   : follicle stimulating hormone
6. LH    : luteinizing hormon

FSH  dan  LH bersama disebut  sebagai  gonadotropic  hormone (gonadotropin)  STH dan prolaktin disekresi oleh sel  asido­fil, sedang TSH dan gonadotropin oleh sel basofil.       
6.3.4.1 STH (Hormon Pertumbuhan)

Komposisi  hormon ini berbeda pada tiap species. Hormon  ini merupakan  protein yang berat molekulnya 25.000-50.000.  STH merupakan  satu-satunya hormon yang mampu menstimulasi  per­
tumbuhan yang meningkat dan cepat secara abnormal.  Pengaruh STH terutama terlihat pada tulang, otot daging, ginjal  hati dan  jaringan adipose (lemak). Diskus epifisis  (epiphysical discs) tulang panjang sangat peka terhadap STH.
Peningkatan  aktivitas  hormon ini pada  hewan/manusia  yang masih  muda  akan mempercepat pertumbuhan  tulang,  sehingga mahluk  itu  akan menjadi tinggi  besar  (gigantisme).  Pada mahluk  dewasa  (proses  pertumbuhan  tulang  panjang  sudah selesai), peningkatan aktivitas STH dapat menyebabkan pembe­saran rahang bawah, tangan dan kaki (akromegali).  Penurunan aktivitas STH pada bayi/anak menyebabkan pertumbuhan tulang­nya  terlambat sehingga terjadi keadaan yang  disebut  dwar­
fisme.  Pada hewan dewasa bila terjadi  pengurangan  sekresi STH, biasanya diikuti oleh pengurangan sekresi hormon-hormon lainnya oleh hipofisis anterior (Simmond's Disease).
Hipofisektomi menyebabkan berkurangnya ukuran sel, RNA inti, protein inti, RNA sitoplasma, dan protein sitoplasma. Pembe­rian STH akan memulihkan dan meniadakan perubahan itu.  Pada hewan normal, bila sebuah ginjal diambil, terjadi hipertrofi kompensasi  pada  ginjal yang tinggal. Hal ini  tak  mungkin
terjadi  tanpa  adanya STH. STH dapat  mempercepat  sintesis protein  dan mencegah katabolisme asam amino. Jadi STH  ber­pengaruh dalam produksi dan retensi protein dalam tubuh.
Hipofisektomi   menyebabkan  kecepatan  filtasi   glomeruli, aliran  darah  ginjal dan sekresi tubuli  menjadi  berkurang pada  ginjal. Defek ini diperbaiki dengan pemberian STH  dan hormon tiroid, tidak oleh tiroid sendirian.
Pada otot daging dan jaringan adipose STH bertindak  sebagai antagonis  terhadap  insulin.  Dalam  hal  ini  hipoglikemia bertindak sebagai stimulus kuat bagi sekresi STH. STH  bersama  ACTH mampu memobilisasi  lemak  dari  jaringan adipose  dan  meningkatkan  konsentrasi  benda  keton  dalam darah. Sifat diabetogenik ACTH dan STH serupa dengan peruba­han-perubahan  yang  terlihat  pada  kelaparan  dan  seperti adaptasi terhadap berkurangnya pengambilan makanan.
Meskipun STH dikatakan tidak menstimulasi kelenjar endokrin, ada  indikasi  bahwa sel-sel à dari  pulau-pulau  Langerhans pankreas merupakan kelenjar sasarannya. Stimulasi sel-sel à itu  menyebabkan sekresi glukogen, dari sinilah dapat  dije­laskan  sifat diabetogenik STH. Pada anjing dan  kucing  STH yang berlebihan merusak sel-sel á pulau-pulau pankreas  yang mensekresi  insulin,  sehingga  karena  kekurangan   insulin terjadi peningkatan ketogenesis. Dengan demikian pada karni­
vora  STH  bekerja  diabetogenik  (memperkuat  gejala-gejala diabetes).
Pertumbuhan susunan saraf pusat relatif tak tergantung  pada STH, seperti juga pertumbuhan tiroid, adrenalis dan kelenjar kelamin. STH dapat bersifat spesifik untuk tiap spesies. STH sapi tak efektif untuk manusia.
Jadi  fungsi utama STH adalah stimulasi  peningkatan  ukuran tubuh,  termasuk  sintesisi protein  dan  peningkatan  massa metabolik. Ada koordinasi dalam pertumbuhan tubuh antara STH dengan  hormon-hormon  hipofisis  lainnya  bersama   sekresi endokrin lainnya (adrenalis, tiroid dan kelenjar kelamin).
STH  berpengaruh  terhadap pertumbuhan umum  dan  diperlukan sepanjang  periode  reproduksi  hewan.  Selama  bunting  ada peningkatan  pelepasan  STH,  mungkin  oleh  plasenta.   STH  merangsang  pertumbuhan uterus secara langsung,  dan  secara tak langsung merangsang ovarium melepas estrogen.
6.3.4.2 Gonadotropin

FSH  dan  LH  (ICSH) sering  disebut  sebagai  gonadotropin, kadang-kadang  prolaktin juga termasuk. FSH dan LH  berperan pada reproduksi hewan. FSH, LH dan LTH sangat penting  dalam 
mengatur  ovaria dan testes untuk produksi ova serta  sperma dan pelepasan hormon gonad spesifik : testosteron, estradiol dan progesteron. Prolaktin terutama bekerja pada laktasi dan mungkin  luteotropik  pada domba. Selain itu  LTH  mempunyai pengaruh  langsung pada jaringan periferi  seperti  kelenjar
susu pada mammalia dan tembolok pada bangsa burung.

1. FSH
FSH  erupakan glukoprotein, larut dalam air dan stabil  pada pH  4-11.  Bagian  karbohidratnya  esensial  bagi  aktivitas biologis hormon itu. Fungsi utama FSH menstimulasi pertumbu­han  serta  pemasakan  follikel dalam  ovarium.  Pada  hewan jantan  FSH menstimulasi spermatogenesis dalam tubuli  semi­niferi testis. Oleh karena FSH mempengaruhi gamet jantan dan betina, maka disebut sebagai faktor gametokinetik.
Setelah  follikel berkembang sampai tingkat  beberapa  lapis sel  yang membungkus oocyte, FSH merangsang  sekresi  cairan follikuler,  proliferasi sel-sel granulosa dan  perkembangan lapisan  sel  theca, jadi  pertumbuhan  follikel  seutuhnya. Stimulasi sekresi estrogen dan pemasakan follikel memerlukan
kerjasama FSH dengan LH dan mungkin dengan hormon sex  lain­nya. Bertambahnya produksi estrogen menyebabkan berkurangnya sekresi  FSH.  Turunnya kadar FSH  dalam  darah  menyebabkan
meningkatnya  sekresi  LH, sehingga  menyebabkan  terjadinya ovulasi.
Pada hewan jantan FSH bekerja terhadap epitelia germinativum dari  tubuli seminiferi dengan  merangsang  spermatogenesis. Berlangsungnya   spermatogenesis  secara  penuh   memerlukan
kerjasama hormon FSH, LH (ICSH) dan testosteron.
2. LH (ICSH)
LH  mempunyai molekul yang susunan kimiawi  dan  fisikawinya bervariasi pada spesies yang berbeda. LH juga  glikoprotein, tetapi  bagian karbohidratnya tidak esensial bagi  aktivitas biologisnya.  Pada follikel yang telah dipengaruhi  FSH,  LH meningkatkan  pertumbuhan serta pemasakan follikel  itu  dan
memulai  sekresi  estrogen dari sel-sel theka.  Puncak  dari pertumbuhan  follikel ini adalah ovulasi.  Setelah  follikel masak,  LH  menyebabkan ovulasi dengan  mendorong  perobekan dinding  follikel  dan pelepasan ovum.  Setelah  ovulasi  LH terlibat  pula  dalam pembentukan corpus  luteum  dari  sisa follikel  yang  pecah. Selain merangsang  sekresi  estrogen, ovulasi  dan  luteinasi, LH juga  berperan  dalam  stimulasi sekresi progesteron dari corpus luteum pada spesies tertentu seperti sapi, babi dan manusia (mammalia). Progesteron dapat menghambat  produksi  LH, sehingga  menghalangi  pertumbuhan follikel lain serta ovulasinya. Jadi siklus estrus terhambat selama corpus luteum berfungsi. Pada hewan jantan, LH  dise­but  sebagai  ICSH  dan  menstimulasi  sel-sel  interstisial testis  (Leydig)  untuk mensekresi testosteron  (hormon  sex jantan). LH dan testosteron menstimulasi jaringan reproduksi tambahan  (accessoria).  Imbangan FSH : LH  bervariasi  pada berbagai  kondisi  dan pada spesies yang  berbeda.  Imbangan yang  bervariasi ini mempengaruhi respons jaringan  sasaran. Potensi  relatif  FSH dan LH inilah yang  bertanggung  jawab atas  terjadinya perbedaan spesies dalam lama estrus,  waktu ovulasi dan peristiwa ovulasi/berahi diam pada hewan  ternak kita.


3. LTH (Prolaktin)
Hormon protein yang bukan glikoprotein seperti  gonadotropin lainnya  dan  dapat dinonaktifkan oleh pepsin,  tripsin  dan agen lain yang bereaksi dengan gugusan asam amino  bebasnya. Prolaktin  dianggap sebagai hormon reproduksi karena  kemam­puannya  menstimulasi laktasi pada mammalia dan  pertumbuhan saku  tembolok (Cropsac) pada burung merpati. Jadi  esensial bagi pemberian makanan anak-anaknya. Memulai dan  memelihara laktasi merupakan hal komplex yang melibatkan banyak  hormon Šselain LTH juga estrogen, progesteron, STH dan ACTH. Prolak­tin lebih berperan pada memulai laktasi daripada memelihara­nya,  sehingga  dianggap sebagai  hormon  laktogenik,  namun kelenjar susu harus dipersiapkan dulu sampai tingkat perkem­bangan yang sesuai oleh estrogen dan progestron.
Prolaktin  mempunyai aktivitas luteotropik (pada  tikus  dan domba)  dan  prolaktin  menstimulasi  pelepasan  progesteron (domba). Pada aves, prolaktin menstimulasi multiplikasi sel-sel epitel tembolok untuk menghasilkan susu tembolok  ("crop milk"). Pada aves, prolaktin menstimulasi sifat induk seper­ti  mengeram,  meloloh dan  meranggas.  Prolaktin  mempunyai aktivitas  metabolik,  yaitu meningkatkan  konsumsi  makanan berat badan dan ukuran viscera (jeroan) terutama pada  aves. Pada hewan jantan prolaktin tidak berfungsi. Istilah prolak­tin dan LTH dianggap sinonim.
6.3.4.3 ACTH
Merupakan  hormon protein yang dihasilkan oleh  sel  basofil dan  mengandung gugusan asam amino. Tumor pada  sel  basofil (Cushing   disease)  akan  menyebabkan  tumor  pada   kortex adrenalis. Pemberian ACTH pada hewan normal atau yang  telah dihipofisektomi menyebabkan peningkatan aktivitas  adenokor­tikalis  (kortex  adrenalis).  Terjadi  peningkatan  sekresi steroid adrenokortikalis ke dalam vena adrenalis,  hilangnya lipid  dari sel-sel adrenokortikalis, penurunan  konsentrasi kholesterol  dan asam askorbik (vitamin C),  hipertrofi  dan hiperplasia kelenjar adrenalis dan peningkatan aliran  darah adrenalis.  Kadar ACTH dapat diukur dengan menentukan  kadar vitamin  C  yang  dikosongkan dari  kortex  adrenalis  hewan percobaan.
Bila  kadar  hormon kelenjar kortex  adrenalis  turun,  maka sekresi ACTH meningkat. Sebaliknya bila kadar hormon kortex­adrenalis  meningkat,  maka  sekresi  ACTH  dihambat.  Dalam keadaan  stress  pelepasan ACTH terjadi  sangat  cepat  (tak dapat  dijelaskan  dengan mekanisme umpan  balik).  Hal  ini
mungkin disebabkan oleh serabut-serabut aferen ke  hipotala­mus,  lalu hipotalamus melepaskan  "Corticotropin  releasing factor" yang merangsang hipofisis melepaskan ACTH. Kenyataan bahwa hipertrofi dan hiperplasia kelenjar adrenalis terbatas pada zona artikularis dan zona fasikulata serta  peningkatan
yang nyata dalam sekresi kortisol dan kortikosteron, mengan­tar  ke  kesimpulan bahwa ACTH tidak penting  dalam  kendali sekresi aldosteron. Namun ada bukti bahwa ACTH akan  mensti­mulasi  produksi  aldosteron setelah kehilangan  darah  akut atau  stress berat. Injeksi ACTH lebih efektif  menstimulasi sekresi aldosteron bila kandungan Na dari makanan rendah.

6.3.4.4 TTH (TSH)
Merupakan  hormon glukoprotein yang dihasilkan oleh  sel-sel basofil. Bila hewan diberi TTH terlihat terjadinya perubahan di  kelenjar tiroid, tinggi epitel alveoler bertambah  serta timbunan  kolloid jadi kosong dan habis. Bila aktivitas  TTH meningkat  bisa menyebabkan peningkatan  aktivitas  kelenjar tiroid,   sehingga  menyebabkan  Grave's  disease.   Setelah hipofisektomi,  semua fungsi kelenjar tiroid  jadi  menurun; akumulasi jodium, ikatan organik jodium, pembentukan  troxin dan  pelepasan troxin ke peredaran darah menjadi  berkurang. Pemberian TTH akan menghilangkan efek-efek itu.
6.3.4.5 Intermedin (MSH)
Banyak spesies reptilia, amfibia dan ikan menunjukkan  peru­bahan  warna yang nyata sebagai respons  terhadap  perubahan cahaya,  temperatur  atau kelembaban.  Perubahan  warna  itu akibat  dispersi atau konsentrasi butir-butir  pigmen  dalam melanofor.  Hal  ini sebagian karena  pengaruh  hormon  yang disekresikan  oleh pers intermedia  adenohipofisis,  namanya intermedin  (MSH). Pada mammalia intermedin  terlibat  dalam pengaturan  keadaan exitasi pusat dari susunan saraf  pusat. Pada manusia yang menderita hipofungsi kortex adrenalis yang kronis (Addison's disease), sering terjadi  hiperpigmentasi.
Oleh karena 13 asam amino ACTH yang pertama identik dengan MSH, maka hal itu mungkin disebabkan oleh hipersekresi a MSH atau molekul ACTH yang tidak sempurna.

6.3.5 Regulasi Sekresi Adenohipofisis
Masukan  aferen yang mengatur qualitas dan quantitas  hormon keluaran dari adenohipofisis adalah humoral (melalui pereda­ran  darah) dan neural (melalui saraf). Namun  unsur  sarafi sistem  aferen  ini mencakup suatu lintasan  humoral  pendek (faktor  pelepas) yang terdiri dari sistem portal  hipofisis
yang menyatukan hipotalamus dan adenohipofisis. Unsur humor­al  aferen  utama sebagian besar terdiri  dari  umpan  balik hormon yang disekresi kelenjar sasaran yang telah distimula­si oleh hormon tropin dari adenohipofisis.
6.3.5.1 Lintasan humoral
Contoh umpan balik sederhana dalam pengaturan sekresi  hipo­fisis yang eferen adalah sekresi kelenjar tiroid atau kortex adrenalis.  Penekanan kelenjar tiroid atau kortex  adrenalis secara  kimiawi  atau  dengan  mengeluarkannya,  menyebabkan peningkatan  pelepasan TTH atau ACTH.  Sebaliknya  pemberian tiroxin atau kortisol menyebabkan penurunan keluaran  hormon tropin itu.
Pada defisiensi jodium kelenjar tiroid tidak mampu membentuk tiroxin,  sehingga kelenjar hipofisis tidak  terkendali  dan sekresi  TTH  meningkat. Sebagai akibatnya  kelenjar  tiroid terus  mengalami hipertrofi dan hiperplasia  dan  terjadilah gondok (hipertrofi kompensasi). Sebaliknya pemberian tiroxin
yang  terusan menghasilkan inhibisi TTH dan akhirnya  atrofi kelenjar tiroid.
Steroid sex yang paling aktif adalah estrogen yang  mengham­bat sekresi LH dan FSH. Progesteron merupakan inhibitor kuat terhadap ovulasi selama fase luteal dan kebuntingan.  Berda­sarkan  kenyataan bahwa pada keadaan tertentu estrogen  atau progesteron  dapat  memacu  ovulasi, hal  itu  mengacu  akan
adanya umpan balik positif selain umpan balik negatif estro­gen-LH. Defisit karbohidrat bertindak sebagai stimulus  kuat bagi sekresi STH. Pada manusia puasa yang lama atau  injeksi insulin yang menghasilkan hipoglikemia menyebabkan peningka­tan  HGH (human growth hormone) plasma darah  (immunoassay).
Ada  beberapa  bukti bahwa  beberapa  hormon  adenohipofisis menghambat  sekresinya  sendiri. Autoregulasi  itu  terdapat pada LH, FSH, prolaktin dan STH.
6.3.5.2 Lintasan sarafi
Stimulasi sarafi aferen yang menyebabkan sekresi  adenohipo­fisis masih melibatkan komponen humoral yang pendek.  Impuls sensoris  dari periferi berakhir dalam hipotalamus,  mengak­tifkan axon neurosekretoris di daerah itu. Axon  neurosekre­toris  ini  mensekresi  "faktor pelepas"  humoral  ke  dalam
kapiler.  Kapiler-kapiler itu menuju ke batang sarafi,  yang menuju ke adenohipofisis dan memecah diri ke dalam sinusoid-sinusoid venous, tempat "faktor pelepas" menstimulasi  pele­pasan  hormon. Hanya terhadap pelepasan  prolaktin,  "faktor pelepas" itu bersifat menghambat (inhibisi). Rupanya  terha­dap  STH dan MSH ada faktor stimulasi dan  faktor  inhibisi. Pada aves, faktor hipotalamus untuk prolaktin lebih bersifat
stimulasi daripada inhibisi.
Stimuli  exteroseptif  yang bekerja pada  sistem  saraf  dan menyebabkan  sekresi  hormon  tropin  dari   adenohipofisis, seperti  :  intensitas cahaya, suara,  perubahan  aktivitas, rasa nyeri dan gangguan emosi tertentu, telah dikenal  dapat menyebabkan peningkatan pelepasan ACTH yang cepat. Contoh-contoh lain dari areus reflex neuroendokrin adalah  : siklus sexual musiman pada banyak mammalia dan aves,  terja­dinya  ovulasi  setelah kopulasi pada  kelinci  dan  kucing, reflex sedotan ("suckling reflex") dan pencegahan implantasi oleh  denervasi uterus. Peningkatan aktivitas  dalam  tiroid karena hawa dingin dan penurunannya karena temperatur  ling­kungan  yang tinggi, tergantung pada  integritas  fungsional lintasan hipotalamus-hipofisis.
6.3.6 Hormon Adenohipofisis lainnya
Selain hormon-hormon tropin, adenohipofisis juga  mengeluar­kan hormon-hormon berikut :
1. Hormon metabolik : berfungsi mempercepat metabolisme sel-sel jaringan tubuh.
2. Hormon diabetogenik : berfungsi melawan kerja insulin
3. Hormon  glikotropik : berfungsi membantu kerja  adrenalin dan melawan kerja insulin.
4. Hormon  ketogenik  : berfungsi  memobilisasi  lemak  dari depot lemak.
5. Hormon  pankreotropik  :  mengontrol  pertumbuhan   serta aktivitas pulau-pulau pankreas.
6. Hormon  paratirotropik  : mengontrol  aktivitas  kelenjar paratiroid.
6.3.7 Hipofisis Posterion
Bagian terbesar lobus posterior ini terdiri dari pars nervo­sa  yang  banyak  mengandung ujung  saraf.  Lobus  posterior mensekresi hormon : vasopressin (ADH) dan Oxitosin (pitosin) Sebenarnya hormon neurohipofisis itu dihasilkan oleh sel-sel saraf neurosekretoris dalam hipotalamus (inti-inti  supraop­tik dan paraventrikuler) dan kemudian dibawa melalui serabut saraf (axon) ke neurohipofisis. Di sini hormon itu  disimpan dan dilepaskan bila diperlukan.
6.3.7.1 Vasopressin (hormon anti diuresis)
Merupakan  protein  dengan berat molekul 600-2000  gram  dan mengandung : tirosin, sistin, arginin, prolin, isoleusin dan triptofan.  Fungsinya : (a) menyebabkan  kontriksi  kapiler; (b)  menambah reabsorpsi air dalam tubuli  ginjal,  sehingga mengurangi   volume  urine.  Kekurangan  ADH   (antidiuretic             hormone)  dapat menimbulkan diabetes  insipidus.  Sekresinya dikontrol oleh tekanan osmotik darah. Bila karena kerja  ADH reabsorpsi air diginjal meningkat sebagian besar air kembali ke darah, maka darah menjadi makin encer dan ini akan mengu­rangi  sekresi ADH. Atau bila tekanan osmosis darah  menurun
sekresi ADH terhambat dan dapat timbul diuresis.  Sebaliknya keadaan  dehidrasi  yang menyebabkan tekanan  osmosis  darah naik, akan merangsang pelepasan ADH.Pada  mammalia,  ADH yang Mengham-bat pengeluaran  urine  dan vasopressin yang mempengaruhi tekanan darah adalah  identik. Aksi vasopressin hormon neurohipofisis itu bersifat farmako­logis  dan  tidak  merupakan fungsi  penting  dalam  keadaan normal.  Trauma,  nyeri,  gelisah dan  obat  tertentu  dapat menyebabkan  pelepasan  ADH.  Sedangkan  lingkungan   dingin menghambat sekresi ADH.
6.3.7.2 Oxitosin
Merupakan  suatu oktopeptida yang mengandung 8 asam amino  : tirosin,  leusin,  isoleusin, prolin,  asam  glutamat,  asam aspartat,  glisin  dan sistin.  Oxitosin  hampir  sepenuhnya berfungsi  dalam  reproduksi.  Aktivitas  fisiologis   utama hormon  ini  adalah : 1) kontraksi uterus;  dan  2)  pelepas susu. Pada  waktu  kelinci betina  berkopulasi,  kontraksi  uterus meningkat  dan ini membantu pengangkutan  spermatozoa  dalam sistem  saluran  betina setelah kopulasi.  Pada  hewan  lain oxitosin merangsang kontraksi miometrium sepanjang miometri­um  itu  telah didominasi estrogen. Hal itu  terjadi  selama
fase  folikuler dari siklus ovarium dan selama bagian  akhir kebuntingan.  Kontraksi miometrium pada fase  folikuler  dan setelah  ovulasi itu membantu transport spermatozoa ke  ovi­duct,  sedangkan  pada akhir kebuntingan,  kontraksi  uterus mendorong proses partus. Hal itu diperkuat dengan  peristiwa berikut  :  
1) oxitosin mendorong  kelahiran  prematur;  
2) oxitosin mendorong  kontraksi  uterus  pada  uterus   yang dipengaruhi  estrogen  (menjelang akhir  kebuntingan  uterus didominasi estrogen;
3) oxitosin dilepaskan selama kelahiran normal;  
4)  oxitosin  dilepaskan  setelah  dilatasi  cervix uteri,  mungkin melalui reflex sarafi. Tekanan  pada  cervix uteri  menimbulkan suatu stimulasi reflex  pada  hipotalamus dan selanjutnya oxitosin yang dilepaskan mendorong kontraksi uterus.  Kerja hormon ini dihambat progesteron,  tetapi  di­rangsang oleh estrogen.
Oxitosin dikenal pula sebagai hormon pelepas susu dan ejeksi susu  itu  merupakan reflex  neuro-endokrin.  Efek  oxitosin terhadap pelepasan susu dikarenakan kerja oxitosin pada sel-sel  mioepitel  alveoli  kelenjar susu.  Arcus  reflex  yang bertanggung jawab terhadap pelepasan oxitosin itu dan  pele­pasan  susu juga suatu reflex neurohumoral. Penyedotan  atau pemerahan  susu  merangsang  saraf  sensoris  (aferen)  yang meneruskan impuls ke hipotalamus dan diikuti dengan  pelepa­san oxitosin (eferen, motoris) dari hipofisis posterior.
Pada   bangsa  burung  oxitosin  berfungsi  pada   oviposisi (bertelur).  Ada indikasi bahwa hormon neurohipofisis  dapat bertindak sebagai faktor pelepas bagi hormon adenohipofisis. Injeksi ADH (vasopressin) ke dalam ventrikel III menyebabkan peningkatan  sekresi steroid adrenokortikalis,  artinya  ADH bertindak sebagai faktor pelepas ACTH (pada anjing). Injeksi oxitosin pada fase folikuler menghasilkan pemendekan  siklus ovarium  pada sapi. Ada kemungkinan oxitosin berperan  dalam
pelepasan prolaktin.
6.4 Kelenjar Tiroid (Gondok)
Pada kebanyakan mammalia, tiroid terletak pada ring  trakhea yang  pertama  atau kedua, sebelah kaudal  dari  larinx  dan terdiri  dari dua lobi lateral yang dihubungkan oleh  sebuah isthmus yang sempit. Pada aves, tiroid terdiri dari 2  lobi, terletak kanan kiri trakhea sejajar dengan klavikula.Di  bawah mikroskop kelenjar tiroid kelihatan  terdiri  dari folikel-folikel  yang berisi koloid yang mengandung  komplex protein-jodium (tiroglobulin). Tiroglobulin diduga merupakan sumber  hormon-hormon tiroid dalam koloid.  Kelenjar  tiroid merupakan  endokrin  yang pertama muncul  dalam  pertumbuhan hewan. Pada manusia, babi dan kelinci kelenjar tiroid  telah berfungsi pada pertengahan pertumbuhan. Pada ayam,  kelenjar itu berfungsi pada hari ke-7-9 dalam inkubasi (pengeraman).



6.4.1 Sekresi kelenjar tiroid
Kelenjar tiroid unik karena sekresinya, yaitu hormon tiroid, dalam strukturnya mengandung unsur kimia spesifik  (jodium). Fungsinya  terutama  meliputi  :  konsentrasi  jodium  serta sintesis,  penyimpanan  dan sekresi  hormon  tiroid.  Namun, akumulasi  jodium  dan konversinya ke dalam  bentuk  organik tidak terbatas pada kelenjar tiroid. Dalam hal ini  kelenjar saliva  mukosa  lambung,  mukosa  usus,  tubuli  ginjal  dan kelenjar  susu menunjukkan aktivitasnya. Secara  quantitatif akumulasi jodium oleh jaringan lain itu sedikit artinya bila dibandingkan  dengan  akumulasi jodium yang  terjebak  dalam kelenjar tiroid.
Kelenjar  tiroid dan sekresi hormonya  tiroxin  (tetra-jodo-tironin  atau T4) dan tri-jodo-tironin (T3)  yang  berfungsi normal  merupakan prasyarat bagi reproduksi yang  baik.  Ada bukti bahwa T3 dan T4 mempunyai aktivitas biologis. Kelenjar tiroid juga mensekresi tirokalsitonin (hormon  antihiperkal­semia). Tirokalsitonin bekerja menurunkan kadar Ca serum dan meningkatkan retensi Ca oleh tulang. Jadi metabolisme Ca dan penyelenggaraan  homeostasis  Ca dalam tubuh diatur  oleh  2 hormon : parathormon dan tirokalsitonin.
6.4.1.1 Metabolisme Jodium
Jodium  terdapat di seluruh tubuh hewan,  tetapi  persentase yang  sangat  tinggi berkonsentrasi dalam  kelenjar  tiroid, meskipun  kelenjar ini hanya 0,2% dari berat  badan.  Jodium dalam jaringan hewan terdapat dalam 2 bentuk, jodium anorga­nik dan jodium ikatan organik. Konsentrasi jodium  anorganik
sangat rendah. Konsentrasi jodium organik sangat  bervariasi dan sangat lebih tinggi. Bentuk-bentuk jodium tiroid  dengan ikatan organik, antaranya : monojodotirosin,  dijodotirosin, trijodotironin dan tiroxin.
Akumulasi jodium dalam tiroid dinyatakan dalam imbangan T/S, yaitu  imbangan  (ratio)  konsentrasi  jodium  dalam  tiroid dengan  konsentrasi jodium adlam serum darah.  Imbangan  T/S normal sekitar 25 dan dapat meningkat sampai 500 bila tiroid distimulasi  STH  atau turun jadi 1 bila  diberi  penghambat tiroid.  Sebagai penghambat (inhibitor) tiroid  antaranya  : tiosianat, perklorat atau nitrat.
6.4.1.2 Sintesis hormon tiroid
Setelah jodium masuk dalam koloid kelenjar tiroid, dioxidasi oleh   enzim  peroxidase.  Jodium  (dalam koloid tiroid) peroxidase Jodina  -  Jodinasi tirosin asam amino menjadi monojodotirosin - dijodotirosin menjaditrijodotironin - tiroxin.
Hormon  tiroid yang beredar terikat pada eritrosit.  Tiroxin dari  trijodotironin  terdapat pada  hampir  semua  jaringan tubuh.  Karena  ukurannya yang besar  otot  daging  kerangka merupakan  tempat penimbunan tiroxin dan  trijodotironin  di luar tiroid dan peredaran darah.
6.4.1.3 Pengaruh hormon tiroid
Hormon tiroid mempengaruhi proses seluler di seluruh  tubuh. Tiroxin  mempengaruhi reproduksi dan fertilitas tidak  hanya dengan membantu memelihara hubungan hipofisis-gonad,  tetapi secara  tidak langsung dengan mempengaruhi tersedianya  pool metabolik  nitrogen  dan  energi,  jadi  memenuhi  kebutuhan jaringan reproduksi dan embrio yang sedang tumbuh.
Hormon  tiroid  praktis berpengaruh pada tiap  organ  tubuh. Pengaruh hormon ini dapat dibagi 2 : a) perubahan  morfologi dan b) perubahan fungsi.
a) Perubahan morfologi
Hormon tiroid dapat menyebabkan perubahan-perubahan pendewa­saan  pada beberapa jenis hewan, seperti  differensiasi  dan ossifikasi epifisis. Pertumbuhan dan tumbuhnya gigi (erupsi) dikendalikan oleh tiroid, begitu pula tanduk pada domba  dan rusa. Hipotiroidisme sangat menunda tumbuhnya gigi permanen. Pada  aves  pengaruh  tiroid  terlihat  pada  differensiasi, pigmentasi dan rontok bulu. Tiroxin menstimulasi rontok bulu (meranggas).  Regenerasi bulu setelah meranggas  distimulasi oleh   tiroxin  yang bersinergis-me   dengan   hormon-hormon steroid.  Pada mammalia, kulit dan rambut  dipengaruhi  oleh perubahan-perubahan   tiroid.  Hipotiroidisme  pada   anjing menyebabkan  alopesia  (botak) dan jejas-jejas  kulit.  Pada manusia, hipotiroidisme menyebabkan "myxedema", suatu oedema subkutaneus  dari  bahan yang  kaya  akan  mukopolisakarida. Myxedema dan alopecia terlihat pula pada anak sapi dan  babi yang  lahir dari induk yang kekurangan jodium.  Pada  domba, perkembangan  follikel  wol  memerlukan  tiroxin  berlebihan daripada yang diperlukan untuk pertumbuhan, jadi  kekurangan tiroxin pada domba muda dapat menyebab-kan rusaknya mutu  wol setelah dewasa. Gangguan reproduksi sering merupakan  gejala utama dari defisiensi tiroxin, dan kelahiran anak lemak atau mati  sering  terjadi  di daerah  yang  tanahnya  kekurangan jodium, atau pada hewan yang menderita hipotiroidisme.Hipotiroidisme dengan defisiensi J yang kurang berat  menye­babkan  kretinisme  dengan penundaan  pubertas  yang  nyata, estrus  tak teratur, anestrus, dan  berkurangnya  fertilitas pada hewan betina. Hal itu mencerminkan kegagalan  perkembangan  gonad serta sistem saluran reproduksi.  Terapi  dengan tiroxin bisa menyebabkan stimulasi atau keracunan,  sehingga perlu  memperhatikan  dosis dan spesies  hewan.  Pada  hewan jantan tingkat hormon yang tinggi bersifat toxis dan  menye­babkan gangguan fungsi testis, meskipun bila tak ada tiroxin kerusakan gonad (kelenjar kelamin) juga terjadi. Pada  hewan jantan   hipotiroidisme  menyebabkan  gangguan   pertumbuhan testis serta spermatogene-sis dan menurunnya libido.  Hipoti­roidisme  pada babi menyebab-kan lama  kebuntingan  meningkat dengan  14,5  hari dan berkurangnya liter size dari  8,7  ke 3,3.  Tiroxin  merupakan agen galaktopoetik  yang  kuat  dan penggunaan agen tiromimetik untuk meningkatkan produksi susu adalah  meningkatnya kepekaan hewan itu terhadap  temperatur lingkungan yang tinggi.

b) Perubahan fungsi
Fungsi  hormon  tiroid  pada mamalia  yang  terkenal  adalah kemampuannya  meningkatkan laju konsumsi oxigen.  Hipotesis­nya;  Hormon  tiroid  terlibat  dalam  termoregulasi  dengan meningkatkan  produksi panas internal (dalam  tubuh).  Udara yang dingin menyebabkan dilepaskannya hormon-hormon  tiroid, sehingga  metabolisme  meningkat. Stress  fisik  dan  mental dapat  menghambat sekresi kelenjar tiroid. Proses  ini  ber­langsung sangat cepat, sehingga diduga sistem saraf terlibat di  dalamnya. Hormon tiroid amat penting  untuk  pertumbuhan normal  dan differensiasi jaringan. Hormon tiroid  mempenga­ruhi proses seluler di seluruh tubuh.
Ada beberapa bukti yang bertentangan dengan hipotesis itu :
1) adanya  periode  laten  yang cukup  lama  antara  injeksi tiroxin  dan  perubahan dalam laju metabolisme.
2) efek  kalorigenik tidak tampak, bila tiroxin  ditambahkan ke jaringan in vitro.
3) jaringan  tertentu  (otak, testis dan  retina,  misalnya) tidak  menunjukkan pengurangan atau  peningkatan  metabo­lisme bila diperoleh dari hewan dengan fungsi tiroid yang berubah.  
4) blokade  secara bedah atau farmakologi  pada  saraf-saraf adrenergik  mencegah  efek  kalorigenik  karena   injeksi tiroxin pada anjing.
Fungsi  saraf  pada semua tingkat dipengaruhi  oleh  tiroid. Injeksi  tiroxin menyebabkan peningka-tan aktivitas  elektrik yang  spontan, penurunan nilai ambang sensitivitas  terhadap berbagai  stimuli,  penurunan waktu reflex  dan  peningkatan iritabilitas  neuromuskuler. Pada hipertinoidisme,  terdapat
balans  nitrogen negatif dan kreatinuria,  yang  menunjukkan metabolisme  protein  otot daging yang  cepat  dan  gangguan produksi  kreatinin dari kreatin. Kelemahan otot  (muskulus) yang terlihat pada hipertiroidisme merupakan kombinasi  dari kegagalan peredaran darah, penurunan kreatin dalam otot  dan
penurunan  kendali neuromuskuler. Hewan dengan  hipertiroid­isme membutuhkan jumlah oxigen dan gizi 2 x kebutuhan normal untuk melakukan sejumlah kerja otot. Hipotonus otot tersifat pada  aktivitas tiroid yang rendah. Tiroxin  menghambat  de­gradasi adrenalin dengan memblok monoamina oxidase.
6.4.1.4 Efek metabolisme
Tiroxin memperbesar absorpsi seluler dan penggunaan  glukose di  daerah periferi, sehingga  meningkatkan  glikogenelisis. Hormon tiroid meningkatkan absorpsi glukose dari usus. Salah satu hasil metabolisme utama dari defisiensi tiroxin  adalah naiknya  tingkat  kholesterol serum dengan  nyata.  Hal  ini
sering dipakai sebagai indikator hipotiroidisme di klinik.
Namun,  sintesis kholesterol nyata meningkat pada  kelebihan tiroxin  dan berkurang pada defisiensi tiroxin.  Kontradiksi ini  dikarenakan exkresi kholesterol dalam empedu  berkurang pada hewan dengan hipotiroidisme dan menyebabkan kholesterol dalam darah meningkat, meskipun sintesis kholesterol sendiri
berkurang.
4.1.5 Mekanisme kerjanya
Indikator fungsi tiroid adalah pengaruh hormon tiroid terha­dap  konsumsi  oxigen jaringan. Hormon  tiroid  melaksanakan pengaruhnya dengan memisahkan oksidasi dan fosforilasi.  Ada bukti yang mengarah ke dugaan bahwa aksi kalorigenik  hormon tiroid  adalah peristiwa tambahan dari suatu stimulasi  umum
pada aktivitas sintesis protein dalam sitoplasma.
6.4.2 Senyawa antitiroid
Pembesaran  tiroid  atau gondok dapat  diasosiasikan  dengan hiper  atau hipo-tiroidisme. Namun sebab utama  satu-satunya pada  manusia  dan hewan ternak hanyalah  defisiensi  jodium dalam makanan. Telah diketahui bahwa bahan makanan  tertentu mengandung zat yang menghambat aktivitas tiroid dan  disebut goitrogen. Aktivitas goitrogenik terlihat setelah  pemberian makanan  habis  dan dicurigai tanaman  seperti  kedelai  dan bangsa  kacang-kacangan. Telah diisolasi suatu senyawa  goi­trogenik  kuat serta disebut goitrin, dan  dianggap  sebagai penanggung  jawab  atas gangguan  aktivitas  tiroid  (famili
Brassica).  Namun ditunjukkan bahwa  goitrogenisitas  banyak tanaman (termasuk famili Brassica), sebagian karena hadirnya goitrogen   lain  seperti  tiosianat.  Pada   ternak   perah goitrogen  yang  dimakan dapat disekresikan dalam  susu  dan dikonsumsi  manusia,  sehingga  dapat  menimbulkan   endemik gondok  di daerah itu. Dengan makan tanaman yang  mengandung goitrogen, kebutuhan akan jodium jadi meningkat.
Senyawa dengan aktivitas antitiroid yang sangat kuat  adalah thiocarbomida,  seperti  methimazole  dan  propylthiouracil. Senyawa  thiourea dan thiouracil menghambat konversi  jodium menjadi  jodina atau ikatan organik jodina molekuler  dengan tyrosine. Obat-obatan yang antitiroid lainnya adalah  sulfa­namida, asam p-aminosalisilat, amphenone, phenybutazone  dan chlor-promazine.
6.5 Kelenjar Paratiroid
Kelenjar paratiroid berbentuk oval kecil, terletak  tertanam atau  di dekat kelenjar tiroid, (manusia, kuda,  karnivora), terdiri dari satu atau dua pasang kelenjar. Secara  histolo­gis kelenjar paratiroid terdiri dari 2 macam sel : sel utama dan sel oxifil. Sel utama berbentuk kecil-kecil dan  intinya tercat  gelap dengan sitoplasma bergranula atau jernih,  sel oxifil tidak ada pada beberapa jenis hewan, termasuk manusia
sebelum umur 10 tahun, sitoplasmanya tercat dengan zat warna asam. Pada ruminansia dan babi, kelenjar paratiroid external terletak  kranial dari tiroid dekat bifurkasi  karotis.  Pa­ratiroid internal ruminansia terbenam dalam kelenjar tiroid, pada babi tidak ada paratiroid internal.


6.5.1 Regulasi sekresi paratoroid
Pengaturan  sekresi  normal kelenjar  paratiroid  tergantung pada  kadar  Ca darah. Kelenjar paratiroid  dan  pulau-pulau Langerhans  pankreas merupakan contoh endokrin yang  aktivi­tasnya  langsung  dikendalikan secara  humoral  oleh  bagian darah spesifik. Ca dalam makanan yang rendah dapat menimbul­kan   hipertrofi   dan  hiperplasia   kelenjar   paratiroid. Selanjutnya  pembanjuran  paratiroid dengan darah  bebas  Ca menyebabkan  munculnya  parathormon  di  sekitar   kelenjar. Sebaliknya pembanjuran paratiroid dengan darah yang  mengan­dung  Ca tinggi, menyebabkan turunnya kada Ca serum,  karena terjadi  inhibisi  pelepasan  parathormon.  Di  samping  itu sekresinya juga dikontrol oleh hormon perangsang  paratiroid atau paratirotropin dari hipofisis anterior.
Copp  et  al.  (1962) menduga  adanya  faktor  hipokalsemik, kalsitonin,  yang  disekresikan  sebagai  respons   terhadap hiperkalsemia.  Ternyata  faktor itu  berasal  dari  tiroid, yaitu  sel-sel parafollikulernya, sehingga  disebut  sebagai tirokalsitonin
6.5.2 Fungsi kelenjar Paratirod
Meskipun  unsur  Ca  biasanya  diasosiasikan  dengan  tulang belulang, diketahui bahwa konsentrasi ion Ca dalam darah dan zalir  extraseluler  penting artinya bagi  aktivitas  tubuh. Penyelenggaraan lingkungan Ca yang tetap mantap dalam  zalir itu menjadi tanggun jawab kelenjar tiroid dan paratiroid.Parathormon  bekerja langsung terhadap  tulang.  Parathormon mampu memobilisasi Ca dari tulang. Parathormon  mempengaruhi bahan  dasar dan komponen mineral tulang. Kalsitonin  menen­tang  kerja parathormon dengan menghambat resorpsi  Ca  dari tulang.  Efek  parathormon terhadap  ginjal,  terlihat  pada injeksi  parathormon  yang menyebabkan  peningkatan  exkresi fosfat  sampai 20 x tingkat normal. Oleh karena itu  ion  Ca dan fosfat dalam darah dan zalir extraseluler saling berkai­tan (Ca x PO4 = konstante), maka peningkatan diuresis fosfat akan  menurunkan  fosfat  serum dan  meningkatkan  kadar  Ca serum.  Inilah dasar "teori fosfat ginjal" dari  fungsi  pa­ratiroid.
Parathormon  mempercepat transport Ca dan absorpsi Ca  dalam usus.  Parathormon dan vitamin D bekerja secara  sinergistik dalam  mobilisasi Ca dari tulang dan dalam absorpsi Ca  dari usus  serta  mengatur  permeabilitas  pembuluh  darah.  Bila kelenjar paratiroid dihilangkan pada kuda, terjadi disfungsi
neuromuskuler  yang hebat. Spasmus otot involunter dan  kon­traksi periodik dari kelompok-kelompok besar otot  membentuk yang disebut sebagai tetani paratiroid. Gejala ini diakibat­kan  oleh  rendahnya ion Ca dalam zalir  extraseluler.  Pada herbivora,  hal itu tidak menimbulkan gejala  hebat,  karena mungkin  herbivora mempunyai jaringan  paratiroid  tambahanJadi penurunan aktivitas kelenjar paratiroid dapat menimbul­kan  tetanus/tetani  (terjadi  kontraksi  otot   sinambung), karena rendahnya kadar Ca darah serta zalir extraseluler dan urine.  Terjadi  juga  peningkatan kadar  P  (fosfat)  dalam darah, tetapi kadar P urine turun. Rendahnya kadar Ca  darah mempengaruhi  sistem neuron muskuler dan  dapat  menimbulkan
tremor dan spasmus.
Hiperparatiroidisme   biasanya  disebabkan   oleh   adenoma. Tersifat dengan naiknya kadar Ca serum dan turunnya  konsen­trasi P (fosfat) serum. Kadar Ca darah yang tinggi cenderung mengakibatkan  deposit-deposit  Ca dalam  berbagai  jaringan lunak, misalnya ginjal, jantung, paru-paru, usus dan  pembu­luh darah. Bentuk penyakit yang berat menyebabkan perubahan-perubahan  tulang  dan  kalkuli ginjal.  Penarikan  Ca  dari tulang  terus menerus terjadi sehingga tulang menjadi  lunak dan  mudah mengalami perubahan bentuk. Keadaan  itu  disebut osteitis fibrosa atau penyakit von Reckling Housen. Hiperpa­
ratiroidisme yang lebih umum adalah yang sekundedr, disebab­kan  oleh  kerusakan ginjal. Gangguan penyakit  pada  ginjal sering  menyebabkan diuresis atau retensi fosfat yang  menu­runkan  kadar Ca serum. Bila aktivitas paratiroid  berlanjut untuk waktu yang lama, terjadi demineralisasi tulang kerang­ka.  Pada anjing, kondisi ini disebut sindrom  rahang  karet (rubber-jaw  syndrome).  Peningkatan  aktivitas   paratiroid selama  kebuntingan ditandai dengan hipertrofi kelenjar  dan hadirnya aktivitas parathormon dalam serum. Paratiroidektomi pada  sapi bunting, tidak mengganggu  kebuntingan,  meskipun produksi susu menurun. Paratiroidektomi pada kambing  menye­babkan tetani dan kegagalan laktasi.
6.6 Kepulauan Langerhans Pankreas
Pankreas merupakan organ berbentuk V yang terletak sepanjang duodenum  dan  terutama terdiri dari kelenjar  pankreas  dan kepulauan  Langerhans. Kelenjar pankreas dengan  enzim  yang penting dalam pencernaan. Enzim-enzim itu merupakan  sekresi exokrin  dan dilepaskan melalui sistem saluran  pankreas  kedalam  duodenum. Kepulauan Langerhans  (insulae  Langerhans) merupakan  kelenjar endokrin yang mensekresi hormon  insulin dan glukagon.
Tersebar  dalam pankreas itu terdapat kepulauan  sel  epitel yang strukturnya sangat berbeda dengan struktur sel kelenjar dan  terletak antara alveoli dan  saluran-saluran  pankreas. Jaringan kepulauan itu tersusun tak teratur sebagai  deretan sel  diantara anyaman kapiler darah. Ada 2 tipe  sel,  yaitu
sel a  yang menghasilkan insulin, mengandung granulae  (buti­ran)  yang  larut dalam alkohol dan sel b yang  menghasilkan glukagon, mengandung granulae yang tak larut dalam  alkohol. Sel a lebih besar daripada sel b. Pada mammalia sel a meru­pakan  mayoritas, sedang pada aves dan reptilia sel b yang banyak. Adanya  zat-zat lawan insulin (Counterinsulin) dan  senyawa-senyawa  dengan kerja seperti insulin  mengacaukan  pengaruh insulin. Bahan lawan-insulin meliputi hormon seperti somato­tropin, kortisol, adrenalin dan glukagon, antagonis  insulin (synalbumen,  a lipoprotein pada tikus b2-a- globulin  pada
manusia)  dan  antikorpora terhadap insulin  (pada  individu yang telah diobati dengan insulin).
6.6.1 Fungsi insulin
Bila pankreas diambil, hewan akan menderita diabetes  melli­tus, yaitu penyakit kekurangan insulin. Pada mammalia, tidak adanya  insulin menyebabkan berbagai efek  meliputi  metabo­lisme keseluruhannya, termasuk lemak, protein,  karbohidrat, elektrolit  dan  air. Anjing  yang  dihilangkan  pankreasnya
memperlihatkan  konsentrasi gula darah naik  (hiperglikimea) sampai  300-500  mg/100 ml (normal 80-120 mg/100  ml),  yang segera  melampaui  nilai  ambang  ginjal,  sehingga  glukose dikeluarkan melalui urine (glikosuria). Oleh karena sebagian besar  glukose  dalam  darah tidak  dapat  digunakan  secara efektif  oleh  jaringan, maka lemak  dan  protein  digunakan sebagai  sumber energi, sehingga hewan bisa  menjadi  kurus. Bila  metabolisme  lemak dan protein kurang  sempurna,  akan terbentuk  benda-benda  keton dalam  darah  (ketonemia)  dan benda keton akan dikeluarkan bersama urine (ketonuria).
Tanda-tanda penting lainnya adalah : polifagia,  polidipsia, poliuria  dan  hiperkholesterolemia. Balans N  negatif  yang parah terjadi dan hewan cepat menjadi kurus. Anjing mengala­mi dehidrasi, komatosa dan mati dalam beberapa hari.  Selain itu pankreotektomi atau kerusakan kepulauan Langerhans  yang menyebabkan diabetes mellitus, akan mengakibatkan  disfungsi aktivitas reproduksi. Terjadi perpanjangan atau  berhentinya siklus  estrus dan penundaan dewasa kelamin.  Terapi  dengan insulin memulihkan siklus estrus normal.
Pankreotektomi  pada  bangsa  burung  karnivora  menyebabkan hiperglikemia  dan  glikosuria,  sedangkan  banyak   spesies herbivora, terutama itik, menunjukkan hipoglikemia. Hal  itu karena pada spesies itu sel à lebih dominan dalam pankreas. Respons  berbagai jaringan terhadap insulin  berbeda.  Otak, ginjal, usus dan eritrosit menunjukkan respons lemah  terha­dap  insulin bila dibandingkan dengan otot daging,  jaringan lemak dan leukosit. Karena insulin dan glukogen disekresikan ke  dalam  vena porta hati, tentunya  hati  merupakan  organ sasaran yang penting.
Ringkasnya  fungsi insulin adalah :
(1) merangsang  glikolisis, insulin meningkatkan  penggunaan glukose  dalam  jaringan;  
(2) merangsang  glikogenesis, insulin meningkatkan  sintesis glikogen  dari glukose serta laktat dalam hati  dan  otot daging;
(3) mempunyai aksi antiketogenik, insulin mencegah pembentu­kan  benda-benda  keton;  
(4) mencegah glukoneogenesis. Glukose berasal dari  karbohi­drat,  tetapi secara normal dapat terbentuk dari  protein dan lemak dalam hati. Pada penderita diabetes,  glukoneo­genesis dari protein dan lemak itu meningkat, pada  hewan normal glukoneogenesis itu dicegah oleh insulin.
6.6.1.1 Efek defisiensi insulin pada metabolisme karbohidrat
Defisiensi insulin menyebabkan gangguan berat pada kemampuan jaringan  periferi dalam memanfaatkan glukose untuk  oxidasi atau untuk sintesis glikogen dalam hati dan otot daging. Hal itu menyebabkan hiperglikemia oleh peningkatan  glikogenoli­sis  dan peningkatan glukoneogenesis, dan sebagai  akibatnya gula diexkresikan dalam urine. Oleh karena keluarnya glukose bersama urine disertai dengan hilangnya air dan  elektrolit, maka  terjadilah  poliuria, dehidrasi  dan  hemokonsentrasi. Dehidrasi,  hemokonsentrasi  dan berkurangnya  volume  darah beredar  yang  nyata, menyebabkan "Shock" dan  diikuti  oleh anuria karena sangat berkurangnya aliran darah ke ginjal.
Pentingnya glukose dalam metabolisme intermedier tubuh hewan terletak  tidak  hanya pada  pemanfaatannya  sebagai  sumber energi, namun juga karena metabolisme glukose memberi banyak senyawa kimia yang penting untuk berbagai reaksi vital dalam sel.  Dalam  jaringan  lemak,  metabolisme  glukose  memberi acetyl-Co-A  dan  glycereophosphate yang  bertindak  sebagai substrat  bagi  sintesis trigliserida serta NADH  dan  NADPH yang diperlukan untuk sintesis asam lemak.
NADH     = nikotinamide adenine dinucleotida H = koenzim NAD akseptor H
NADPH  = nikotinamide adenine dinucleotide phosphate H.
6.6.1.2 Efek defisiensi insulin pada metabolisme lipid dan protein
Defisiensi  insulin mempengaruhi metabolisme lemak  dalam  2 jalan.  Lemak oleh hewan normal digunakan  sebagai  simpanan energi makanan. Hati dan jaringan adipose mengubah  karbohi­drat  ke  dalam timbunan lemak. Pada hewan  yang  kekurangan insulin,  pemanfaatan  glukose berkurang dan  organisme  itu terpaksa memobilisasi lemak dari depot-depot simpanan  untuk memperoleh  energi bagi fungsi seluler. Terjadi  peningkatan jumlah lemak dalam aliran darah dalam bentuk asam-asam lemak bebas  dan  trigliserida. Asam-asam  lemak  ini  dioksidasi, terutama  dalam hati, menjadi 2-Carbon acetyl-CoA  dan  pada tingkat ini bila cukup tersedia Oxalacetat, oxidasi  disele­saikan  melalui siklus tricarboxylic acid. Akan tetapi  pada hewan  yang mengalami defisiensi insulin,  berkurangnya  pe­manfaatan glukose menyebabkan kurang tersedianya exalacetate dan  berkurangnya kemampuan mengoxidasi  acetyl-CoA.  Karena sintesis  asam  lemak dari acetyl-CoA  juga  terkait  dengan metabolisme karbohidrat, lintasan ini tertutup dan akumulasi acetyl-CoA diubah menjadi aceto acetic atau a-hydroxybutyric acid.  Senyawa-senyawa itu bersama dengan  aseton  membentuk "benda-benda keton". Ketonemia dan ketonuria yang dihasilkan menguras  basa  terikat dari tubuh,  menyebabkan  terjadinya asidosis dan menyebabkan hilangnya Na melalui urine, sehing­ga memperbesar dehidrasi.
Berkurangnya  pemakaian glukose disebabkan  oleh  defisiensi insulin  mendorong peningkatan glukoneogenesis  yang  nyata, yang pada gilirannya harus meningkatkan katabolisme protein. Meningkatnya  katabolisme  protein lebih  ditingkatkan  lagi oleh dehidrasi interseluler dan diikuti oleh diuresis kalium yang  serius. Tambahan lagi, defisiensi insulin  menyebabkan kerusakan enzim, antaranya glukokinase hati dan  enzim-enzim hati yang berkaitan dengan sintesis asam lemak.  Sebaliknya,
konsentrasi  enzim-enzim hati yang berhubungan  dengan  glu­koneogenesis meningkat pada hewan penderita diabetes.




6.6.1.3 Mekanisme aksi insulin

Pemanfaatan  glukose oleh sel meliputi difusi  glukose  dari kapiler ke permukaan sel, transport glukose melalui membrana sel dan fosforilasi glukose dalam sel (intraseluler). Meski­pun  konsentrasi  glukose extraseluler  tinggi  dibandingkan dengan  konsentrasi  dalam sel,  sistem  transport  membrana
rupanya berbeda dengan difusi sederhana dan mungkin meliputi sistem "carrier" membrana. Sistem transport membrana  inilah yang dipengaruhi insulin
Enzim-enzim yang terlibat dalam berbagai reaksi  metabolisme glukose  terdapat  dalam sel dalam jumlah yang  cukup  untuk menangani sejumlah besar glukose. Diperkirakan sistem trans­port membrana merupakan pembatas kecepatan dan kerja insulin pada tempat itu lebih penting daripada tiap efek dari fosfo­rilasi.
6.6.2 Fungsi glukogen
Glukogen  mempunyai  aksi  glikogenolisis,  sehingga   kadar glukose  darah naik. Glukagon dapat memperbesar  metabolisme protein,  yang  dapat dinetralkan  oleh  insulin.  Perlakuan dengan  glukagon yang terus menerus dan lama  akan  mencegah penimbunan   lemak.  Predominasi  glukagon  dalam   pankreas beberapa  spesies bangsa burung menunjukkan  mungkin  hormon ini  secara  fisiologi lebih penting pada hewan  ini,  namun ternyata burung itu tidak tergantung pada glukagen, sebagai­mana  mammalia  tergantung pada  insulin.  Mungkin  glukagon bertindak  sebagai moderator pada aksi insulin.  Sebaliknya, glukagon  mungkin  secara langsung terlibat  dalam  regulasi glukose.
6.6.2.1 Kontrol pelepasan glukagon dan insulin
Diantara  kelenjar  endokrin yang  mempengaruhi  konsentrasi glukose, sekresi pankreas paling penting, karena  sekresinya langsung dikontrol oleh tingkat glukose darah. Naiknya kadar glukose darah akan merangsang dilepaskannya insulin. Insulin akan  menurunkan kadar glukose darah dan kadar glukose  yang rendah akan menghambat produksi insulin lebih lanjut. Selain itu ada cara lain untuk meningkatkan sekresi insulin.
Sekresi insulin karena stimulasi glukose bisa dihambat  oleh adrenalin  dan  benzothiadiazine. Asam  amino  atau  protein makanan  akan menstimulasi sekresi insulin, yang  tak  dapat dihambat  oleh agen-agen penghambat itu. Pada  domba,  asam-asam lemak rantai pendek penting sebagai sumber energi, maka butirat  dan propionat menyebabkan pelepasan  insulin.  Pada anjing,  asam-asam  lemak rantai panjang  yang  menstimulasi sekresi insulin. Ada kemungkinan susunan saraf pusat mensti­mulasi  sekresi  insulin melalui  n.vagus,  sekitar  sel-sel kepulauan Langerhans terdapat serabut-serabut saraf kholien­ergik.
6.7 Kelenjar Adrenalis
Kelenjar adrenalis terletak dekat ginjal dengan warna kuning kecoklatan.  Kelenjar itu terdiri dari bagian luar  (kortex) dan  bagian  dalam (medulla).  Kortex  berwarna  kekuningan, sedang  medulla berwarna kecoklatan. Bila  jaringan  medulla adrenalis diwarnai dengan K-bichromate terjadilah  pewarnaan
coklat,  sehingga sel-sel yang mengandung catecholamine  itu disebut sebagai sel-sel "chromaffin". Selain medulla adrena­lis,  ganglia  simpatetis periferi juga  mengandung  sel-sel "chromaffin",  sehingga  mampu  mensekresi  adrenalin.  Pada bangsa  burung  dan mammalia, kelenjar  adrenalis  merupakan organ  kecil  berbentuk ellipsoid, terletak  bilateral  pada kutub anterior ginjal.
Sekresi kelenjar adrenalis paling beragam dalam pengaruhnya. Kelenjar  adrenalis  penting  artinya  bagi  adaptasi  hewan terhadap pengaruh buruk lingkungannya.
6.7.1 Medulla adrenalis
Secara  histologi  medulla adrenalis  terdiri  dari  sel-sel irreguler  polihedral granuler yang dikelilingi oleh  sinus-sinus  darah.  Granula  itu  tempat  penyimpanan  adrenalin. Hormon  yang  dihasilkan  oleh medulla  adrenalis  adalah  : adrenalin  (epinefrin)  dan  Nor-adrenalin   (norepinefrin). Adrenalin mengandung sebuah gugusan metil yang tak ada  pada noradrenalin.  Asetilkolin  yang  dilepaskan  oleh  serabut-serabut  saraf  simpatis preganglion yang  memasuki  medulla adrenalis merupakan stimulans normal untuk melepaskan adren­alin atau noradrenalin. Pada manusia/hewan kegiatan  agresif nampaknya  berhubungan dengan meningkatnya adrenalin.  Akhir ujung saraf simpatis pascaganglion juga mengeluarkan adrena­lin dan noradrenalin.
6.7.1.1 Fungsi adrenalin
Hormon-hormon  medulla adrenalis terdiri dari 2  amino  yang berasal dari tirosin dan berbeda hanya pada ada atau  tidak­nya  ujung  gugusan metil. Asam amino  tirosin  diubah  jadi dihidroxifenilalanin (DOPA), yang diubah jadi dopamina  oleh dekarboxilase. a-hidroxilasi dopamina menghasilkan noradren­alin (norepinefrin), dan metilasi ujungnya membentuk adrena­lin. Sekresi adrenalin merupakan suatu fungsi medulla  adre­nalis  yang  exklusif, sedangkan  noradrenalin  disekresikan oleh  medulla adrenalis dan neuron  simpatis  pascaganglion.
Imbangan  adrenalin terhadap noradrenalin yang  disekresikan oleh  medulla adrenalis bervariasi antar spesies dan  antar-umur dalam spesies. Pengaruh hormon-hormon medulla adrenalis serupa dengan pengaruh neuron-neuron simpatis pascaganglion.Medulla adrenalis tampaknya tidak essensial bagi  kehidupan, karena  pengambilan  medulla adrenalis  tidak  mengakibatkan perubahan  fisiologis yang nyata. Hal ini  sebagian  disebabkan sistem  saraf simpatis mampu mengambil  alih  fungsi medulla  adrenalis.  Mengenai fungsi umum  adrenalin  ada  2 teori  yang kontras. Teori darurat (W.B. Cannon) atau  biasa disebut  sebagai  hipotesis  "lawan  atau  lari"  (fight  or flight) menyatakan bahwa sekresi medulla adrenalis merupakan suatu proses sinambung dan dapat meningkat dengan hebat pada keadaan  darurat. Teori Donus menyatakan  bahwa  ujung-ujung saraf dipelihara kepekaannya secara sinambung oleh adrenalin dan/atau noradrenalin.
Beda utama antara noradrenalin dan adrenalin bersifat  quan­titatif.  Injeksi adrenalin menyebabkan peningkatan  tekanan darah sebagai akibat kerja adrenalin terhadap pembuluh darah periferi dan terhadap jantung. Adrenalin merupakan  vasokon­striktor selektif, karena hormon ini menyebabkan  konstriksi arteriol  kutaneus dan arteriol ginjal,  tetapi  menyebabkan dilatasi  pembuluh-pembuluh  otot rangka dan  koroner.  Jadi dalam  keadaan  pelarian (flight)  atau  perlawanan  (fight) sekresi  adrenalin  memungkinkan organisme  itu  mengalirkan kembali  darah  ke  dalam jaringan  yang  lebih  memerlukan. Noradrenalin lebih merupakan vasokonstriktor umum dan  tidak memiliki  aksi  selektif  seperti  adrenalin.   Noradrenalin
sedikit  pengaruhnya terhadap jantung. Sebaliknya  adrenalin menyebabkan peningkatan frequensi kontraksi jantung, pening­katan kekuatan kontraksi dan peningkatan kepekaan miokardium terhadap fibrillasi.
Kedua  hormon  medulla adrenalis  itu  menyebabkan  dilatasi bronchiol dan peningkatan frequensi serta dalamnya  respira­si.  Berdasarkan konsep darurat, hal itu menjamin  oxigenasi eritrosit  darah  yang cukup. Suplai oxigen  untuk  jaringan yang  cukup  selanjutnya dijamin oleh kontraksi  limpa  yang
dipengaruhi  adrenalin.  Kontraksi  limpa  itu  meningkatkan konsentrasi eritrosit dalam aliran darah periferi. Kontraksi limpa juga meningkatkan tonus sfinkter-sfinkter gastrointes­tinalis, kontraksi ureter, stimulasi dilator pupil iris, dan kontraksi arrectores pili otot-otot kulit merupakan  contoh-contoh  stimulasi  otot  polos oleh  adrenalin.  Otot  polos lainnya dalam tubuh, termasuk dinding-dinding saluran gastro intestinalis  dan vesica urinaria dihambat oleh hormon  ini. Hal  itu menyebabkan diamnya usus waktu "lawan  atau  lari". Respons  otot polos uterus terhadap adrenalin berbeda  antar spesies  dan  tergantung bunting atau  tidak.  Pada  kucing, marmut  dan  rodentia, uterus tak bunting  relax,  sedangkan uterus  bunting distimulasi adrenalin. Pada  banyak  spesies otot  polos  uterus itu distimulasi adrenalin  baik  bunting atau tidak.
Respons  metabolisme  terhadap  pelepasan  adrenalin  sangat nyata  dan diantaranya adalah :  hiperglikemia,  peningkatan konsumsi oksigen dan peningkatan kadar asam-asam lemak bebas dalam darah periferi. Respons hiperglikemia terhadap adrena­lin terjadi sebagai akibat peningkatan glikogenolisis  dalam hati.  Respons  peningkatan konsumsi oxigen  terjadi  karena peningkatan produksi laktat yang dihasilkan akibat peningka­tan glikogenolisis dalam otot daging. Peningkatan  aktivitas sistem saraf simpatis dan medulla adrenalis merupakan stimu­lus fisiologis yang paling penting bagi mobilisasi  jaringan adipose  serta  pelepasan  asam-asam lemak  bebas  ke  dalam peredaran  darah. Hiperglikemia dan peningkatan  konsentrasi asam lemak darah menyediakan energi yang mudah dipakai  oleh sel-sel,  hal  itu bersesuaian dengan  konsep  darurat  dari Cannon.  Adrenalin berperan pula pada  penghantaran  (trans­misi) informasi yang keluar masuk susunan saraf pusat.
Dari uraian di atas fungsi adrenalin meliputi :
(1) menambah frequensi denyut jantung dan menambah kondukti­vitas  berkas  His;
(2) pengaruhnya  pada ginjal dapat mengurangi volume  urina;
(3) meningkatkan metabolisme basal, sebab adrenalin  merang­sang oxidasi jaringan;
(4) menaikan  kadar glukose darah, jadi melawan kerja  insu­lin;  
(5) menambah  persentase eritrosit, leukosit, trombosit  dan hemoglobin;
(6) merangsang  lobus  anterior hifopisis  untuk  melepaskan ACTH.(Adrenalin yang diperdagangkan adalah extrak medulla adrena­lis yang mengandung  18% noradrenalin).
6.7.1.2 Mekanisme fungsi adrenalin
Enzim  fosoforilase yang mengkatalis pembentukan  glukose-l-fosfat dari glikogen, hadir dalam bentuk inaktif dan  aktif. Adrenalin meningkatkan jumlah fosforilase yang aktif. Selan­jutnya  telah  didemonstrasikan  bahwa  defosforilase   atau fosforilase  inaktif diubah menjadi bentuk aktif oleh  suatu
sistem  yang mencakup asam adenylic cyclic atau 3', 5'  AMP, dan bahwa asam ademilik siklik adrenalin atau glukagon  atau adanya ACTH dalam kelenjar adrenalis. Terjadilah  glikenoli­sis dalam hati.
6.7.1.3 Zat pressor lain yang fisiologis penting
Sejumlah  zat  yang mempunyai pengaruh terhadap  otot  polos telah diisolasikan dari jaringan tubuh hewan. Diantaranya  : golongan  kinin (bradikinin, angiotensin, zat  P),  berbagai anion   lipid  yang  fisiologis  aktif,  histamin   dan   5-hydroxytriptamine (5-HT). 5-HT dikenal juga sebagai  seroto­nin,  terdapat  dalam  sel-sel tertentu  yang  khusus  dapat diwarnai dengan pewarna perak, yang terutama biasa  terdapat
pada mukosa saluran gastrointestinalis dan berkaitan  dengan saluran  empedu. Sel-sel itu merupakan jaringan  enterochro­maffin. Pada bagian-bagian susunan saraf pusat tertentu  dan keping  darah  (trombosit)  terdapat  pula  serotonin  dalam konsentrasi yang tinggi. Trombosit merupakan tempat  penyim­panan dan transport serotonin dan dapat menghimpun  sejumlah besar serotonin. Serotonin dapat menyebabkan kontraksi  otot polos  usus,  dilatasi kapiler-kapiler  koroner,  konstriksi arteriol-arteriol  glomeruli  aferen dan  depresi  aktivitas susunan  saraf  pusat. Pengaruh serotonin  terhadap  tekanan darah tergantung pada dosis dan spesies hewan. Efeknya  bisa hipertensi atau hipotensi.
Acetylcholine dan noradrenalin telah dikenal sebagai zat-zat neurotransmitter  atau  neurohumor.  Diperkirakan   golongan kinin    juga   bertindak   sebagai   neurotransmitter    5-hydroxitriptamine  bersifat  adrenergik, sedangkan  asam  p-aminobutirat mungkin merupakan zat inhibitor sinapsis.
6.7.2 Kortex adrenalis
Secara histologis kortex adrenalis terdiri dari 3 lapisan  :
(1) Zona glomerulosa yaitu lapisan paling luar yang  terdiri dari  sel-sel  kolumner agak basofil;
(2)  Zona  fasikulata, yaitu  lapisan tengah yang terdiri dari sel-sel  yang  lebih besar, tersusun agak lurus ke permukaan. Bagian ini  merupa­kan yang paling lebar dan sel-selnya mengandung granula yang berpigmen;
(3) Zona retikularis, yaitu lapisan yang letaknya paling dalam dan paling tipis. Sel-selnya tersusun  berderet ke segala jurusan dan dipenuhi oleh sinus-sinus darah.
Hormon-hormon kortex adrenalis adalah steroid dan  aktivitas utamanya   pada  metabolisme  karbohidrat  dan   elektrolit. Peningkatan  aktivitas kortex adrenalis  dapat  menghasilkan pseudohermfroditisme pada kehidupan fetus, sifat jantan  dan betina terdapat bersama dalam satu mahluk. Bila  peningkatan aktivitas itu terjadi pada masa anak dapat menyebabkan lebih cepat  mencapai  dewasa  kelamin. Bila  terjadi  pada  hewan betina  menyebabkan  timbulnya sifat  kejantanan.  Sedangkan penurunan  aktivitas kortex adrenalin menyebabkan Addison's disease.
Adrenalektomi menyebabkan hilangnya nafsu berahi dan kerusa­kan  testis  pada hewan jantan dan  gangguan  siklus  estrus dengan seringnya terjadi kebuntingan semu  (psondopregnancy) pada hewan betina. Injeksi dengan hormon kortikoid adrenalis memperbaiki  ketidakberesan  itu  dan  memulihkan  aktivitas reproduksi  yang normal. Terapi dengan jumlah kortison  yang berlebihan  menyebabkan  perubahan  regresif  pada   saluran reproduksi.
Kortikoid  adrenalis berperan dalam reproduksi karena :  
(1) kemampuan  kelenjarnya  mensekresi  steroid  sex  ;  
(2) kortikoid  adrenalis  merupakan  kebutuhan  dasar   bagi penyelenggaraan  hidup.
(3) kebutuhan  khusus akan jumlah kortikoid  adrenalis  yang memadai bagi penyelenggaraan reproduksi.
6.7.2.1 Struktur dan nomenklatur hormon steroid
Ada  4 endokrin (kortex adrenalis, evarium, testis dan  pla­senta) dalam tubuh hewan yang menghasilkan sekelompok senya­wa yang berkaitan dan dikenal sebagai hormon-hormon steroid. Semua hormon steroid berasal dari inti cyclopentanoperhyphe­nantrone, (lihat biokimia). Hormon-hormon steroid itu  meru­pakan derivat-derivat dari 5 modifikasi pada inti induk itu.
Stimulasi  kortex  adrenalis oleh ACTH,  menyebabkan  segera terkurasnya kholesterol dan asam askorbat (Vitamin C) diser­tai  dengan  segera meningkatnya konsentrasi  steroid  dalam darah venous adrenalis. ACTH mendorong glikogenolisis  dalam adrenokortikalis  melalui  aktivitas  fosforilase.   Hormon-
hormon  steroid  dikatabolis (dipecah)  dan  ditidakaktifkan terutama dalam hari, ginjal dan organ-organ sasaran sendiri. Dalam  hal  ini  hati paling  penting,  karena  kemampuannya membentuk sulfat dengan esterifikasi dan glukuronida  dengan konjugasi. Bahwa senyawa-senyawa itu inaktif dan larut dalam air  memudahkan  eliminasi (pengeluaran) dalam  empedu  atau urine.
Extrak  kasar  kortex adrenalis mengandung  hormon-hormon  : aldosteron (elektrokortin), deoxikortikosteron,  kortikosteron   (senyawa  B),  dehidroxikortikosteron (senyawa   A), kortison (senyawa E), dioxikortisol (senyawa S), dan  korti­sol  (hidrokortison, senyawa F). Aldosteron dan  deoxikorti­kosteron  disebut juga mineralokortikoid,  karena  fungsinya mempengaruhi  keseimbangan mineral dan  air,  Kortikosteron, dehidrokortikosteron  dan kortison  disebut  glukokortikoid, karena pengaruh utamanya pada metabolisme karbohidrat.
6.7.2.2 Fungsi umum kortex adrenalis
Secara  umum  fungsi kortex adrenalis  adalah  mengontrol  : metabolisme   mineral, keseimbangan   air, permeabilitas kapiler, fungsi ginjal, tekanan darah, metabolisme  karbohi­drat,  metabolisme protein dan lemak, perkembangan  kelenjar kelamin serta karakteristik sex sekunder, pertumbuhan tulang dan menahan stress (dengan pengaturan faktor-faktor tersebut diatas).
Fungsi hormon mineralokortikoid meliputi :
(1) membantu retensi NaCl serta air dan meningkatkan exkresi K, sehingga mengurangi K intraseluler dan menambah Na.
(2) mengontrol permeabilitas kapiler dan dinding sel.
(3) merangsang pertumbuhan hewan muda
(4) penting dalam mempertahankan kehidupan hewan.
Fungsi hormon glukokortikoid meliputi
(1) mempengaruhi metabolisme karbohidrat, dengan glukoneogenesis dalam hati, sehingga terjadi hiperglikemia.
(2) menghambat kepayahan otot daging
(3) menahan NaCl dan air, tetapi meningkatkan exkresi K dan PO4.
6.7.2.3 Fisiologi aldosteron
Bila kedua kelenjar adrenalis diangkat, perubahan  fisiologi yang mencolok adalah diuresis Na, perubahan elektrolit dalam darah lainnya, termasuk menurunnya Na darah, chlorida  serta bikarbonat  dan  meningkatnya  K darah.  Kehilangan  Na  dan cairan  yang  berlanjut dapat  menghantarkan  ke  dehidrasi,
hipotensi, aliran darah ke ginjal berkurang dan  peningkatan kadar  NPN serta fosfat darah. Kematian dapat  ditunda  atau dicegah dengan makan ransum berkandungan Na yang tinggi.
Pada   insufficiensia  adrenalis,  mineralokortikoid   mampu mengurangi diuresis Na dan aldosteron paling efektif. Meski­pun ginjal merupakan tempat utama retensi Na setelah pelepa­san  aldosteron  ke dalam peredaran darah proses  yang  sama juga  berlangsung  pada kelenjar keringat,  kelenjar  ludah, mukosa  usus dan pada pertukaran Na antara zalir  intra  dan extra-seluler. Reabsorpsi Na dari urine hipotonis  merupakan efek  aldosteron terhadap ginjal. Aldosteron juga  mempenga­ruhi  metabolisme  karbohidrat, namun  konsentrasinya  dalam darah  (0,008  mg/100 ml darah) menunjukkan  bahwa  berperan dalam aspek fungsi adrenokortikalis itu. Akan tetapi  sejum­lah  besar kortisol dan kortikosteron yang  disekresikan  ke dalam darah menjadi suatu faktor dalam retensi Na,  meskipun kemampuannya  menahan  Na lebih kecil  daripada  aldosteron. Aktivitas  mineralokortikoid  yang  berlebihan  baik  karena peningkatan  sekresi aldosteron maupun karena terapi  korti­koid  yang  berlebihan,  menyebabkan  peningkatan  kadar  Na
serum, penurunan kadar K serum, alkalosis hipokhloremik  dan volume zalir extraseluler yang berlebihan.
6.7.2.3.1 Kontrol sekresi aldosteron
Regulasi sekresi aldosteron dikontrol oleh 2 agen :
(1) berkurangnya  aliran  darah ginjal atau  tekanan  arteri ginjal merupakan stimulus aferen dari "reflex  endokrin" dan  menyebabkan pelepasan renin dari  apparatus  juxta­glomerularis. Renin bekerja terhadap globulin darah yang beredar  menjadi angiotensin I yang selanjutnya  dipecah oleh  suatu enzim yang beredar menjadi  angiotensin  II. Renin  atau  angiotensin  II  ini  menstimulasi  sekresi aldosteron.
(2) ACTH  pada  beberapa  kejadian  (misalnya   laparotomi), memulai  sekresi aldosteron, sedang pada  kejadian  lain seperti hemoragi akut, ACTH memperbesar sekresi  aldest­eron yag telah dimulai oleh angiotensin II
Jadi  berbagai stimuli, seperti laporatomi,  hemoragi,  kon­striksi  vena  kava dan kegagalan jantung  kongestif,  dapat menyebabkan  peningkatan  sekresi  aldosteron.  Stimuli  itu dapat  dijelaskan  berdasarkan  berkurangnya aliran darah ginjal  atau peningkatan pelepasan ACTH. Namun stimuli  oleh
kekurangan Na dan kelebihan K yang dapat meningkatkan sekre­si aldosteron, belum jelas cara kerjanya.
6.7.2.4 Fisiologi glukokortikoid
Defisiensi fungsi glukokortikoid menyebabkan gangguan  meta­bolisme  tubuh umum yang tersebar luas dan serius.  Misalnya hewan yang diadrenalektomi nyata tidak mampu  mengexkresikan beban  air  yang  besar, dan defek ini  tetap  ada  meskipun diberi deoxikortikosteron. Sebaliknya kortisol akan memulih­kan  defisiensi  dalam metabolisme air  dan  bila  diberikan dalam  jumlah besar, mempunyai aktivitas menahan garam  yang memadai pada hewan itu.
Pengaruh utama dari glukokortikoid pada metabolisme karbohi­drat  adalah perbesaran proses  glukoneogenesis.  Pengurasan glikogen hati dan hipoglikemia yang khas setelah  adrenalek­tomi  dapat  diperbaiki oleh pemberian  glukokortikoid  yang kuat, seperti kortisol. Setelah pemberian itu, konsentrat  N
urine meningkat. Mungkin sumber nonbikarbohidrat pembentukan glukose  baru  itu berasal dari  protein,  meskipun  hormon-hormon  itu  mempunyai pengaruh  tertentu  pada  metabolisme lemak. Pemberian hormon glukokortikoid yang sinambung menye­babkan hiperlipemia dan hipercholesterolemia.
Pengaruh  hormon  glukokortikoid pada sel-sel  darah  secara fisiologis  berguna bagi hewan dan secara  diagnostik-klinis bagi  dokter  hewan.  Setelah injeksi  ACTH  atau  kortisol, terjadi penurunan jumlah limfosit darah periferi dan eosino­fil  darah. Hal itu dapat meningkat sampai  sebanyak  45-50% bagi limposit dan sampai 90% bagi eosinofil. Peranan  fisio­logis proses ini, mungkin sebagian merupakan suatu mekanisme penyediaan  sejumlah  protein yang  segera  dapat  digunakan untuk glukoneogenesis.
Dari berbagai pengaruh glukokortikoid, yang telah dimanfaat­kan  di klinik adalah penghambatan peradangan  (inflammasi). Bila  jaringan  terluka, respons radang yang  khas  meliputi extravasasi   cairan   ke  dalam   rongga-rongga   jaringan, infiltrasi  leukosit, hiperemia dan sintesis jaringan  ikat. Pemberian kortisol atau glukokortikoid lain akan  menurunkan hiperemia,  menyebabkan respons seluler  berkurang,  exudasi lebih  sedikit  dan terjadinya inhibisi  pembentukan  fibro­blast. Kerja anti radang dari glukokortikoid mungkin merupa­kan  sebab  dari kemampuannya  mengurangi  respons  allergi, karena hormon itu tidak ikut campur dalam pembentukan hista­min  ataupun mencegah interaksi antigen dengan  antikorpora.
Dexamethasone merupakan "steroid farmakologi" yang mempunyai potensi antiradang 25 x potensi kortisol.
Kekurangan atau kelebihan glukokortikoid mempengaruhi banyak fungsi tubuh lainnya. Overdosis kartisol yang kronis  menye­babkan berkurangnya protein otot daging, edema dan fibriosis jaringan otot. Sedangkan hewan yang diadrenalektomi menderi­ta  kelemahan  otot yang berat yang hanya  dapat  dipulihkan oleh  pemberian glukokortikoid. Pengaruh  kortisol  terhadap mobilisasi  protein  atau  katabolisme,  sangat  nyata  pada pengaruhnya terhadap metabolisme tulang. Terjadi  perkemban­gan  tulang rawan yang menurun, terhentinya pertumbuhan  dan inhibisi  terhadap  pembentukan  tulang  baru.  Oleh  karena kortisol  menunjukkan insulin-antagonisme dan  hiperglikemia yang  dihasilkan oleh senyawa ini (pada dosis  besar),  maka overdosis yang kronis dapat menimbulkan sindrom  metabolisme yang dikenal sebagai "diabetes steroid".
Kortisol  mempunyai  fungsi penting yang  sukar  dimengerti, yaitu  efek  permisif. Banyak sel  yang  responsif  terhadap berbagai  stimuli,  hanya memberi respons pada  stimuli  itu bila sel-sel itu dipengaruhi pula oleh konsentrasi  tertentu dari steroid adrenokortikalis. Aksi permisif itu diperlihat­kan oleh tidak adanya respons arteriol terhadap efek pressor dari noradrenalin pada hewan yang diadrenalektomi.  Akhirnya
absorpsi  glukose dan Ca dari saluran  pencernaan  berkurang pada hewan itu.
6.7.2.4.1 Kontrol sekresi glukokortikoid
Sekresi  glukokortikoid  adrenalis  dari  zona   fascikulata kortex  adrenalis dikontrol oleh ACTH. Produksi  glukokorti­koid  akan turun sampai tingkat rendah dan kortex  adrenalis akan  mengalami atrofi bila tak ada ACTH.  Atrofi  adrenalis juga akan terjadi pada pemberian glukokortikoid (dari  luar) yang  sinambung.  Kenyataan ini menunjukkan bahwa  ACTH  dan glukokortikoid  adrenalis  saling terlibat  dalam  mekanisme umpan balik negatif. Namun banyak stimulus mampu menyebabkan keluarnya ACTH dari hipofisis anterior, bahkan pada  keadaan tingkat kortikoid plasma tinggi. Termasuk dalam katagori itu
banyak tipe agen yang berbahaya atau stimuli yang memerlukan adaptasi  organisme untuk menghadapi bahaya yang  potensial. Pada  beberapa  spesies  adrenalin  dapat  menyebabkan  ACTH keluar.  Pada  hewan  yang tidak kena  stress,  ada  variasi diurnal  yang  pasti dalam pelepasan  ACTH  dan  konsentrasi
kortikoid  dalam darah. Siklus diurnal ini berkaitan  dengan pola aktivitas spesies itu. Pada hewan malam, sekresi korti­koid  maximal  terjadi waktu malam ketika hewan itu aktif. Sedangkan  pada  spesies  yang aktif  waktu  siang,  sekresi kortikoid maximal terjadi waktu siang itu
6.7.2.5 Kortex adrenalis dan adaptasi
Hewan yang diambil kelenjar adrenalisnya tidak mampu melawan kondisi yang merusak. Pertahanan terhadap trauma itu  memer­lukan  reintegrasi metabolisme internal organisme itu.  Hane Selye (1936) menyebut respons itu sebagai "sindrom  adaptasi umum"  dan  membaginya jadi 3 fase : reaksi  alarm,  tingkat perlawanan atau adaptasi dan tingkat kepayahan.
Kortex  adrenalis  berperan penting  dalam  adaptasi  tubuh, artinya  peranan kortex adrenalis dalam  adaptasi  merupakan perluasan  dan perkuatan "respons lari-lawan"  dari  medulla adrenalis (Cannon). Sebagai contoh, kebutuhan akan gula yang mendesak  dipenuhi melalui glikogenolisis  yang  ditimbulkan oleh  pengaruh  adrenalin, sedangkan pada waktu  yang  sama, glukokortikoid  merangsang pembentukan glukose  dari  sumber bukan karbohidrat.
Walau  banyak  bukti mendukung pentingnya  kortex  adrenalis dalam  adaptasi  organisme terhadap  stimuli  yang  merusak, harus  diketahui bahwa adaptasi merupakan suatu proses  kom­plex  dengan banyak faset dan berbagai pola  respons  akibat berbagai  kombinasi reaksi umum dan respons spesifik . Ayam  yang  dipelihara dalam  kandang  yang  rapat mengalami  hipertrofi  adrenalis dan  berat  adrenalis  pada hewan  liar  dapat menjadi ukuran yang tepat  bagi  densitas populasinya.  Ada spekulasi, bahwa adrenalis yang  berhiper­trofi itu menghasilkan androgen yang cukup untuk  menghambat produksi  gonadotropin hipofisis yang menyebabkan  penurunan potensi reproduksi.
6.7.2.6 Sekresi glukokortikoid dan konsentrasi darah
Tabel 1 mencantumkan beberapa steroid yang telah diidentifi­kasikan dalam darah vena adrenalis (V) dan kelenjar  adrena­lis  (K) berbagai spesies. Estimasi konsentrasi  glukokorti­koid  dalam  plasma periferi sangat bervariasi,  baik  dalam individu  maupun antar-individu dan banyak  perubahan  dalam
konsentrasi  kortikoid  plasma pada keadaan  fisiologi  yang berbeda.  Ada indikasi bahwa estrogen, progestin dan  korti­koid  adrenalis  bersaingan untuk berikatan  dengan  protein plasma.
6.7.2.7 Fisiologi hormon sex adrenalis

Kortex adrenalis mampu menghasilkan steroid androgenik  yang lemah. Pada manusia dan beberapa hewan, hiperplasia  adrena­lis  menyebabkan maskulinasi pada wanita atau betina.  Anes­
trus pada sapi mungkin akibat maskulinisasi adrenalis itu.
6.8 Kelenjar Kelamin (Gonad)
Organ  sex  primer  adalah gonad, yaitu  testis  pada  hewan jantan dan ovarium pada hewan betina. Organ-organ itu menja­di  tempat pembentukan gamet jantan dan betina, juga  hormon sex  jantan  dan betina. Selain itu organ sex  tambahan  dan karakteristik  sex sekunder dimiliki tiap sex. Hormon  kedua sex  terdapat  pada  kedua jenis hewan.  Jadi  hewan  jantan mempunyai sedikit estrogen dan hewan betin sedikit androgen.
Istilah hormon sex biasanya digunakan terutama untuk  hormon yang disekresikan oleh ovarium dan testis. Sekarang  diketa­hui,  bahwa  senyawa fisiologi itu  disekresikan  juga  oleh sumber-sumber  bukan kelenjar kelamin  dan  secara   tidak langsung  berpengaruh  pada proses  reproduksi.  Berdasarkan
struktur kimianya dan, dalam beberapa hal, aktivitas  fisio­logisnya,  hormon sex itu biasanya diklasifikasikan dalam  4 bagian : androgen, estrogen, progestin dan relaxin.

6.8.1 Kelenjar kelamin jantan (testis)
Testes  berjumlah  2 buah dan terdirid dari  sejumlah  besar tubuli seminiferi yang mengandung sel-sel interstisial. Sel-sel  interstisial testis (sel Leydig) merupakan sumber  sek­restoris  utama  dari  testosteron.  Testosteron   merupakan androgen  spesifik yang dilepas testis dalam  bentuk  ester, testosteron  propionat,  dan beredar  terikat  pada  protein darah.  Hormon ini tidak disimpan, tetapi  segera  digunakan atau mengalami degradasi dan diexkresikan melalui urine atau empedu dan feses. Hati dan ginjal merupakan tempat degradasi hormon  steroid. Aktivitas sel-sel itu dikontrol  oleh  ICSH (LH).  Pada  hewan piara dan manusia,  tidak  ada  perubahan bersiklus dalam lahu sekresi, tetapi pada bangsa burung  dan mammalia  liar  ada siklus jantan  yang  bersesuaian  dengan siklus estrus pada hewan betina.
Kastrasi pada hewan yang belum mencapai pubertas menyebabkan alat  kelamin sekunder tidak berkembang. Kastari pada  hewan dewasa,  menyebabkan  degerasi alat-alat  kelamin  sekunder, hilangnya  libido  sexualis  dan  ketidakmampuan  memberikan keturunan. Spermatogenesis diawali oleh FSH, tetapi testost­eron  diperlukan  untuk menyelesaikan  proses  itu.  Sel-sel interstisial  dirangsang oleh ICSH untuk  menghasilkan  tes­tosteron. Testosteron bertindak dalam mekanisme umpan  balik untuk menghambat produksi ICSH. Artinya testosteron  bekerja langsung  terhadap hipofisis agar menghambat  pelepasan  FSH dan melalui sebuah pusat di hipotalamus menghambat pelepasan LH,  dengan demikian menghambat sintesis  androgen.  Cahaya, temperatur dan lain-lain bertanggunjawab atas pelepasan  FSH dan  LH  pada  "seasonal breeders"  (hewan  kawin  musiman). Testis juga mensekresi sedikit estrogen, bahkan testis  kuda mensekresi sejumlah besar estrogen. Sedikit androgen  disek­resi kortex adrenalis.
Testosteron merupakan androgen steroid yang paling kuat  dan menonjol.  Pada  tikus testosteron tidak  disekresikan,  dan androstenedione  merupakan androgen yang aktif.  Tiga  hasil utama  exkresi urine dari testosteron yang  telah  mengalami metabolisme adalah androsteron, epiandrosteron dan  etiocho­lanolone.  Oleh karena ketiga metabolit itu mempunyai  gugus keton  pada  karbon-17,  aka exkresi urine  total  dari  17-ketosteroid telah digunakan sebagai ukuran aktivitas testis, namun   sejumlah  persentase  senyawa  17-ketosteroid   yang  terdapat  di urine berasal dari katabolisme steroid  adreno­-kortikalis.
Rumus kimia inti androgen terdiri dari struktur  phenanthere dan  lingkaran  5 karbon cyclopentane, yang  terdapat  tidak hanya  pada hormon steroid, seperti  estrogen,  progesteron, androgen  dan adrenekortikoid, tetapi juga pada zat  seperti cholesterol, asam empedu dan vitamin D. Oleh karena  kemiri­pan struktur hormon-hormon itu, maka dapat terjadi aktivitas tumpang tindih antar-hormon, seperti antara progesteron  dan desoxikortikosteron.  Dapat  terjadi pula hormon  yang  satu diubah jadi hormon lainnya, seperti testosteron jadi  estra­diol.
6.8.1.1 Fungsi androgen (testosteron)
Penyelidikan tentang fungsi hormon sex sangat rumit,  karena saling  berinteraksi,  dapat  bekerja  saling   sinergistik, permisif atau serupa. Hormon sex pada keadaan tertentu dapat melangsungkan diffusi lokal yang sangat berbeda halnya  bila hormon itu diinjeksikan pada kondisi percobaan. Kerja andro­gen terutama nyata pada kelenjar kelamin tambahan dan karak­teristik  kelamin jantan. Aktivitas biologis  androgen  pada hewan jantan sebagai berikut :
(1) androgen menstimulasi pertumbuhan karakteristik  (tanda-tanda) kelamin sekunder yang spesifik bagi hewan jantan, seperti  konfigurasi tubuh pertumbuhan bulu (pada  singa dan  manusia), distribusi bulu,  kemaluan  orang  laki, warna   bulu,  tanduk  bercabang,  perkembangan   larynx (suara),  deposisi lemak dan pial/jengger  serta  cuping pada ayam jantan. Tergantungnya bulu burung pada sekresi kelenjar kelamin bervariasi. Pada ayam piaraan  kastrasi ayam  jantan tidak berpengaruh pada bulunya, namun  ova­riektomi menyebabkan perkembangan bulu jantan atau bulu kebiruan  pada ayam betina itu. Rupanya pada hewan  per­kembangan  bulu tipe jantan itu dihambat  oleh  ovarium. Pada banyak hal karakteristik kelamin sekunder, sebagian tergantung pada hormon lain, misalnya embel-embel kepala ayam  jantan  dan ayam betina Leghorn dipengaruhi  oleh hormon tiroid, juga oleh estrogen dan progesteron.
(2) androgen  menstimulasi perilaku sexual dan  libido  pada hewan jantan. Disepakati bahwa androgen memberi pengaruh penting  pada reaksi kawin secara psikis. Pengaruh  tes­tosteron  pada sikap galak (agresif) dapat dilihat  pada sekelompok ayam betina dengan hirarki sosial atau  "peck order". Injeksi testosteron pada ayam betina yang  lebih rendah  pangkatnya  akan menyebabkan perbaikan  pangkat ayam  betina  itu dalam kelompok. Jadi  susunan  pangkat pada  ayam-ayam betina itu dipengaruhi oleh jumlah  tes­tosteron yang disekresikan oleh ovaria ayam betina  itu. Hormon sex secara individual tidak spesifik  pengaruhnya terhadap  perilaku  sexual.  Androgen dapat  merangsang estrus  pada  tikus betina yang dikastari  dan  estrogen dapat meningkatkan perilaku kopulasi tikus jantan.
(3) androgen mendorong pertumbuhan, perkembangan dan aktivi­tas sekresi organ sex tambahan, seperti prostata,  glan­dula  vesikularis, glandula bulbourethralis, vas  defer­ens,  glandula cowperi, penis dan skrotum. Androgen  dan estrogen menghambat kerja gonadotropin hipofisis anterior dan karena itu biasanya terjadi regresi organ-organ  sex pembantu  dan karakteristik sex betina  setelah injeksi androgen yang relatif tinggi dosisnya pada hewan  betina antagonisme   tak  langsung). Testosteron   menghambat pertambahan  berat ovarium yang dirangsang oleh  dietil­stilbesterol pada tikus yang dihipofisektomi.  Tambahan pula,  testosteron akan mengurangi efek  lokal estrogen terhadap  kornifikasi vagina pada rodensia  (antagonisme langsung).  Testosteron  mampu memperbesar  uterus  dan meningkatkan  pertambahan  berat  yang  dihasilkan  oleh estrogen. Kombinasi testosteron dan estradiol menghasil­kan vasikulasi seminalis yang lebih besar daripada bila oleh steroid sendiri (sinergisme).
(4) androgen  mempengaruhi retensi nitrogen (N),  jadi  tes­tosteron  mempunyai  aktivitas  anabolik protein.  Efek anabolik nitrogen yang non reproduktif dari  testosteron dan androgen lain telah diketahui. Androgen  menyebabkan retensi  N, K dan P, dan peningkatan massa otot  rangka. Efek ini dimanfaatkan dalam pembuatan androgen  sintetis dengan imbangan aktivitas anabolik dan aktivitas  andro­gen  = 20 : 1, padahal imbangan pada testosteron =   1:1 Rupanya  estrogen juga mempengaruhi reaksi  kunci  dalam sintesis protein.
(5) androgen  menstimulasi spermatogenesis  dan  mempercepat mulainya spermatogenesis pada "seasenal breeders" (hewan kawin  musiman).  Androgen juga memperpanjang  umur  dan fertilitas sperma di epididymis.
6.8.2 Kelenjar kelamin betina (ovarium)
Ovarium, seperti testis, mempunyai 2 fungsi :
(1)  produksi ova (sel telur),
(2) pelepasan 3 macam  hormon (estrogen,  progesteron  dan relaxin). Di  samping  ovarium, kortex  adrenalis,  testis dan  plasenta  juga  menghasilkan estrogen. Sekarang makin jelas bahwa organ-organ yang  mampu mensintesis  steroid yang aktif secara biologis  dapat  pula mensekresi steroid yang masuk katagori estrogenik,  androge­nik dan progestasional pada keadaan normal maupun abnormal.
6.8.2.1 Estrogen
Estrogen  dan progesteron biasa disebut sebagai  hormon  sex betina dan merupakan steroid dengan inti  siklopentanoperhi­drofenantrene  yang tipikal. Relaxin  merupakan  polipeptida dan  aktif selama bagian akhir kebuntingan. Hormon  estrogen disekresi  oleh theka interna follikel Graaf.  Jaringan  itu kaya akan estrogen dan menunjukkan aktivitas maximum  selama fase  estrogenik  dari siklus. Cairan follikuler  juga  kaya akan  estrogen,  barangkali  karena  diffusi  dari  jaringan theka. Zat-zat dengan aktivitas seperti estrogen selain pada  hewan terdapat pula pada tumbuhan. Paling tidak terdapat 8  estro­gen  pada  mammalia estradiol-17 a,  estrone,  estriol,  16-epiestrol, 16-hidroxiestrone, equilin, equillenin dan hippu­lin.  Sumber estrogen itu mengandung struktur  steroid  yang tipikal,  sedangkan estrogen nabati seperi genistin,  genis­tein dan coumestrol adalah non steroid. Sekarang dapat  pula diperoleh  estrogen non-steroid sintetis :  stilbestrol  dan hexestrol.
Estradiol-17a-merupakan estrogen ovarium utama  dari  sapi, kuda,  babi,  anjing  dan manusia.  Estrone  terdapat  dalam jumlah sedikit. Estradiol dan estrone merupakan juga steroid estrogenik  yang disekresikan ovarium. Estriol adalah  hasil konversi  estradiol dan terdapat dalam urine. Harus  diingat
bahwa  pemeriksaan kandungan hormon dalam kelenjar  endokrin ataupun  dalam  vena  yang berasal dari  kelenjar itu  akan menemukan banyak senyawa dengan struktur serupa yang  mempunyai  tingkat  aktivitas yang berbeda. Senyawa-senyawa  itu dapat  berupa hasil internedier dalam sintesis hormon utama atau  metabolit  yang berasal dari hasil  katabolisme  dalam kelenjar sendiri.
Pada  kuda  betina, equilin dan  equilenin  merupakan  hasil degradasi utama. Diperkirakan cholesterol merupakan  prekur­sor  (bakalan)  semua  hormon  steroid,  termasuk  estrogen. Selain  itu androgen dapat pula bertindak sebagai  prekursor estrogen. Kira-kira 2/3 estrogen yang ada dalam darah  teri­kat pada protein dan seimbang dengan estrogen bebas.  Ikatan dengan  protein  dan konversi estrogen terjadi  dalam  hati. Pada kebanyakan spesies, sekresi estrogen dari plasenta  dan dari  testis serupa dengan yang disekresikan ovarium,  namun estrogen  yang diisolasikan dari plasenta domba dan  kambing
ternyata  terutama  adalah  estradiol  17-b,  sedangkan  yang diisolasikan  dari plasenta babi terdiri dari estrone.  Pada babi,  kuda dan manusia, estrone terdapat dalam jumlah  yang lebih besar.
Ada  tanaman  hijauan dari famili  leguminosa  yang  menjadi sumber  senyawa-senyawa  yang mempunyai  aktivitas  estrogen yang  tinggi. Senyawa itu bukan steroid  tetapi  strukturnya serupa dengan estrogen sintetis, dietilstilbesterol.  Estro­gen  nabati itu terdapat banyak dalam tanaman  dan  meskipun
aktivitasnya  rendah,  tetapi karena  jumlahnya  yang  besar dapat menimbulkan masalah infertilitas di daerah tertentu.
Pada  hewan  betina tak bunting, sumber utama  estrogen  dan progestin adalah ovarium. Menurut Short (1960) sel-sel theka interna bertanggungjawab atas sekresi estrogen, sedang  sel-sel  granulose  mensekresi progesteron dan  progestin  lain. Pada hewan bunting banyak spesies, plasenta merupakan sumber sekresi penting bagi progestin dan estrogen. Estrogen  telah ditemukan pada plasenta manusia, kuda, sapi, babi, domba dan kambing; sedangkan progestin telah diisolasikan dari plasen­ta manusia, kuda dan domba.
Seperti androgen, estrogen tak disimpan dalam tubuh,  tetapi dikeluarkan  setelah  tidak aktif melalui urine  dan  feses. Sekitar  10%  estrogen dalam darah dikeluarkan  dan  sisanya ditidakaktifkan.  Hati  mengexkresi  estrogen  bebas   dalam empedu yang masuk ke usus halus dan selanjutnya  dikeluarkan atau diresorbsi dan kembali melalui sistem  entero-hepatika. Inaktivasi  (pentakaktivan)  estrogen  terjadi  dengan  cara berikut  :  
(1) transformasi menjadi  hasil  degradasi  yang tidak  aktif;  
(2) konjugasi dengan pembentukan  hasil  yang kurang aktif;
(3) transformasi menjadi isomer tidak aktif.
Meskipun  ginjal  dan organ lain  juga  menginaktifkan  atau mengkatabolis steroid, namun hati merupakan organ terpenting Fungsi  hati  itu  merupakan contoh  spesifik  dari  peranan umumnya  dalam  detoxikasi senyawa-senyawa toxis;  dan  pada kasus hormon steroid, tidak hanya degradasi metabolisme atau kimiawi, tetapi termasuk juga esterifikasi steroid yang mem­bentuk  sulfat  atau konjugasi yang  membentuk  glukoronida. Hati paling efektif menggarap estrogen dan progestin, sedang androgen dan kortikoid kurang efektif. Keuntungan lain  dari inaktivasi  steroid  dalam  hati  adalah  tersedianya  getah
empedu sebagai lintasan sekresi. Ada indikasi bahwa lintasan itu sangat penting pada ruminansia.
Stimulasi pelepasan estrogen dari ovarium diatur oleh  gona­dotropin dari hipofisis anterior. Ada 2 sistem yang terlibat dalam  pengaturan  pelepasan hormon hipofisis  dan  ovarium. Suatu  mekanisme umpan balik bekerja dengan tingkat FSH  dan LH  dikendalikan oleh konsentrasi estradiol dan  progesteron
dalam darah. Tingkat estradiol yang sangat rendah  menstimu­lasi  pelepasan FSH yang bersama LH menyebabkan  peningkatan pelepsan estradiol yang nyata. Tingkat estradiol dalam darah yang  cukup tinggi, akan bekerja balik  terhadap  hipofisis, yaitu  menghambat  pelepasan FSH, hingga  tingkat  estradiol
turun. Selanjutnya peningkatan pelepasan LH dirangsang  oleh estrogen  dan  progesteron. Ada indikasi  bahwa  hipotalamus merupakan  tempat umpan balik hormon steroid.  Bagian  meka­nisme  pengaturan  pelepasan hormon mengandung  suatu  unsur sarafi.  Kerja cahaya mempercepat mulainya  aktivitas  gonad pada  aves  dan  mammalia,  dan  menunjukkan  lintasan  yang  meliputi   :  
cahaya  Þ  mata  Þ  nervus   optikus   Þ   hipotalamus  Þ faktor pelepas FSH ke dalam  sistem  portal
hipotalamus  Þ  hipofisis Þ pelepasan  FSH   Þ  ovarium (perkembangan folikel)
6.8.2.1.1 Fungsi estrogen
Kerja  estradiol  terutama pada  sistem  saluran  reproduksi betina. Hormon itu menstimulasi pertumbuhan serta  aktivitas sekresi  struktur saluran reproduksi, tambahan pula  mengha­silkan  tingkah  laku karakteristik betina.  Estrogen  tidak bekerja  sendirian, tetapi bekerja sama dengan hormon  lain,
terutama  progesteron  dan relaxin.  Peranan  menonjol  dari sekresi  estrogen selama proestrus serta estrus dan  sekresi progestin  selama fase luteal dari siklus estrus,  diartikan secara  sederhana bahwa estrogen terutama bertanggung  jawab atas  persiapan  saluran kelamin betina untuk  kopulasi  dan keberhasilan  pengaturan  sel  kelamin  jantan  dan  betina. Sedangkan sekresi progestin diperlukan untuk implantasi  dan kelangsungan kebuntingan.
Estrogen dan progestin dapat bekerja secara sinergistik atau antagonistik  pada semua aspek reproduksi  betina.  Estrogen dan  progestin mempengaruhi motilitas  dan  kontraktibilitas saluran-saluran betina serta pertumbuhan dan sekresi organ-organ  itu. Selama estrus (berahi). Oviduct (saluran  telur) dan uterus (kandungan) hiperemis, udemateus dan motilitasnya meningkat. Peningkatan motilitas oviduct membantu  transport ovum,  sedangkan  peningkatan kontraksi  miometrium  penting bagi transport sperma melalui uterus. Beberapa kerja  estra­diol adalah sebagai berikut :
(1) uterus  :  estrogen  menstimulasi  pertumbuhan   uterus, sehingga  bertambah  massa endometrium dan  mionetrium. Mitosis   yang  meningkat  menunjukkan  hiperplasia   di samping hipertrofi,
(2) kontraktilitas uterus : estrogen menstimulasi  kontraksi uterus dengan meningkatkan amplitudo dan frekuensinya,
(3) vagina  : estrogen menstimulasi peningkatan  pertumbuhan epitelia  vagina yang melanjut ke kornifikasi.  Lapisan epitel  vagina  dan vulva dirangsang oleh  estrogen  dan pada  beberapa spesies lapisan itu mengalami  penandukan selama birahi,
(4) oviductus : estrogen menstimulasi pertumbuhan dan  akti­vitas muskuler (perototan),
(5) kelenjar  susu : estrogen menstimulasi  pertumbuhan  dan perkembangan  sistem  saluran pada semua  spesies;  dan sistem  saluran  serta  sistem  alveoler  pada  beberapa spesies,
(6) pelvis  :  estrogen  menstimulasi  pelenturan  symphysis pubis dan meningkatkan ukuran ligamenta interpubis,
(7) tulang  rangka  :  estrogen  menstimulasi   perkembangan contour (bentuk) betina, menyebabkan pematangan cartila­go epiphysis dan menghambat pertumbuhan tulang panjang,
(8) metabolisme mineral : estrogen menstimulasi retensi air, Na, Ca, N dan P,
(9) estrus  : estrogen menimbulkan prilaku  berahi.  Naiknya kadar  estrogen  merupakan  faktor  yang penting  dalam meningkatkan libido sexualis, menciri dengan bersedianya hewan betina dinaiki oleh hewan jantan.
6.8.2.2 Progesteron
Hormon sex utama dengan aktivitas progestasional (progestin, gestogen, luteoid) adalah progesteron dan selama ini senyawa itu  dianggap  sebagai satu-satunya hormon  klas  itu,  yang
disekresikan secara alamiah. Namun sekarang telah diisolasi­kan  2 progestin lain dengan aktivitas biologis yang  tinggi dari jaringan luteal, zalir follikuler dan plasenta. Proges­teron  disekresikan oleh sel-sel lutein dari  korpus  luteum dan  oleh plasenta. Sejumlah kecil progesteron telah  diiso­lasikan  dari testis dan kelenjar adrenalis, hal  ini  tidak mengherankan karena progesteron merupakan hasil antara dalam biosintesis  adrenokortikoid dan androgen  testis.  Berbagai macam progesteron telah dapat disintesis.
Seperti  steroid lainnya, progesteron tidak  disimpan  dalam tubuh,  hormon itu dengan cepat digunakan atau  diexkresikan dan  ada  dalam jaringan tubuh  dengan  konsentrasi  rendah. Biosintesis  progesteron dimulai dengan asetat atau  choles­terol.  Degradasi  dan konjugasi progesteron  terjadi  dalam
hati.  Regulasi  sekresi progesteron  belum  jelas.  Setelah ovulasi  yang  dipengaruhi LH, terbentuklah  dalam  ovarium-corpus  hemorrhagicum yang berkembang menjadi corpus  luteum dan struktur ini distimulasi oleh prolaktin untuk mensekres­ikan   progesteron.  Prolaktin  bertindak  luteotropik   dan
menstimulasi  pelepasan  progesteron  hanya  ada  tikus  dan domba,  sedangkan  pada babi dan sapi tidak  demikian.  Jadi kerjanya spesifik species.
6.8.2.2.1 Fungsi progesteron
Kerja  progesteron sukar dipisahkan dari kerja hormon  lain, seperti  estrogen. Pada umumnya estrogen terutama  mendorong proses pertumbuhan, sedangkan progesteron mendorong  differ­ensiasi  jaringan. Steroid sex berperan  pada  differensiasi sexual,  yaitu  retensi salah satu  saluran  kelamin  dengan perkembangan  bagian-bagiannya,  sedangkan  saluran  kelamin lainnya  menghilang atau tinggal sisa-sisanya  (rudimenter). Estrogen mempercepat differensiasi sexual pada hewan betina. Beberapa efek spesifik progesteron adalah sebagai berikut :
(1) endometerium uterus : progesteron mempengaruhi pembentu­kan suatu endometerium yang bersekresi dalam uterus yang telah dipekakan oleh estrogen. Endometrium itu  tersifat oleh  penebalan  mukosa,  peningkatan  jumlah  kelenjar, udema  stroma  dan hadirnya tetes-tetes  glikogen  dalam sel-sel kelenjar. Endometrium tipe bersekresi ini  perlu bagi implantasi blastokis (blastocyst),
(2) miometriun uterus : progesteron menghambat gerak  uterus yang spontan dan respons miometrium terhadap oxitosin.
(3) desiduoma : progesteron mendorong pertumbuhan  desiduoma dalam uterus,
(4) vagina  : progesteron mempengaruhi  musifikasi  epitelia vagina,
(5) kelenjar  susu : progesteron bersama estrogen  mempenga­ruhi pertumbuhan dan perkembangan sistem alveoler  lobu­lus,
(6) kebuntingan  : progesteron diperlukan bagi  kelangsungan kebuntingan,
(7) berahi  : progesteron bekerja sinergis  dengan  estrogen mempengaruhi perilaku estrus pada betina,
(8) perilaku  induk  : progesteron  penting  bagi  timbulnya perilaku  induk  pada  kelinci.  Sebelumnya diperlukan pengaruh estrogen,
(9) ovulasi  :  progesteron akan  menimbulkan  ovulasi  pada sapi, burung, tikus serta kelinci dan juga akan mengham­bat  ovulasi bila diberikan secara kronis  (dalam  waktu yang lama),
(10) temperatur  tubuh  :  progesteron  cenderung  menaikkan temperatur tubuh dan hal itu digunakan untuk  menentukan saat ovulasi pada manusia.
6.8.2.3 Relaxin
Relaxin  telah  ditemukan dalam ovarium babi dan  tikus  tak bunting,  dalam serum anjing yang estrus (berahi) dan  dalam testis ayam jantan; juga dalam ovarium dan plasenta berbagai spesies yang sedang bunting. Relaxin adalah polipeptida yang larut  dalam  air. Belum dapat diisolasi dalam  bentuk  yang murni.  Relaxin  terutama disekresikan  oleh  korpus  luteum ovarium selama kebuntingan. Selain itu plasenta dan  mungkin endometrium uterus mensekresi relaxin pada beberapa spesies. Pada manusia, sapi, kelinci dan marmut, konsentrasi  relaxin makin  meningkat  sejalan  dengan  lama  kebuntingan  sampai mencapai puncaknya. Biosintesis dan regulasinya belum jelas. Setelah partus hormon itu hilang dari peredaran darah.
8.2.3.1 Fungsi relaxin
Kerja  fisiologis relaxin terutama terpusat pada partus  dan bekerja  sama  dengan  estrogen.  Aktivitas  utamanya  yang  berkaitan  dengan  proses kelahiran/beranak  adalah  sebagai berikut :
(1) symphysis pubis : relaxin menyebabkan pemisahan  symphy­sis  pubis sesuai dengan beratnya fetus, didahului  oleh pengaruh  estrogen. Relaxin dengan cepat (dalam  6  jam) menyebabkan  pemecahan serabut-serabut kollagen  menjadi benang-benang tipis disertai dengan depolimerisasi bahan dasar. Pada domba dan sapi relaxin menyebabkan  relaxasi persendian  sacro-iliaca, dengan hasil  akhir pelebaran jalan lahir.
(2) cervix uteri : relaxin menyebabkan dilatasi cervix uteri setelah  kerja  estrogen dan progesteron  bagi lewatnya fetus. Barangkali dilatasi cervix uteri merupakan  hasil sinergisme  antara  progesteron dan relaxin  dan  hanya terjadi pada hewan yang telah dipengaruhi estrogen.
(3) myometrium uterus : relaxin menghambat aktivitas  myome­trium, yaitu kontraksi uterus,
(4) uterus  :  relaxin meningkatkan  kandungan  air  uterus, bersama  dengan  estrogen juga menyebabkan  pertumbuhan uterus,
(5) kelenjar susu : relaxin meningkatkan pertumbuhan  kelen­jar susu, bekerja sama dengan estradiol dan progesteron.
6.9 Kelenjar Plasenta
Plasenta sebagian besar spesies mensekresi hormon gonadotro­pin,   estradiol  dan  progesteron.  Plasenta   dapat   pula menghasilkan hormon nongonadotropin, seperti relaxin,  adre­nokortikoid, somatotropin dan ACTH.Gonadotropin  plasenta  telah ditemukan  pada  kuda  betina, kera,  simpanse,  manusia  dan  tikus.  Sifat  fisiologisnya saling  berbeda.  Hormon gonadotropin plasenta  kuda  betina
(pregnant mare's serum atau PMS) dan manusia (human chorion­ic gonadotropin atau HCG) berbeda nyata dalam sifat  kimiawi dan  fisiologis. Hadirnya HCG dalam urine dan  absennya  PMS dalam urine menunjukkan bahwa PMS adalah molekul yang sangat besar dan tidak dapat melalui sistem filtrasi ginjal. Secara fisiologis PMS sangat aktif menghasilkan pertumbuhan  folli­kel  (menyerupai FSH) dan luteinisasi, sedangkan  HCG  tidak berpengaruh pada pertumbuhan follikel, tetapi akan menyebab­kan ovulasi (menyerupai LH).
PMS  dihasilkan  oleh piala-piala  endometrium  uterus.  PMS muncul dalam darah pada hari kebuntingan ke-40 dan meningkat dengan cepat sampai konsentrasi 50 - 100 U/ml pada hari  ke-60.  Pada  hari ke-170 PMS menghilang. Kehadiran  PMS  dalam darah  pada  tingkat kebuntingan yang  relatif  dini,  telah digunakan sebagai dasar bagi diagnosis laboratorium  tentang awal kebuntingan (Ascheim-Zondek test).
HCG muncul dalam darah pada sekitar hari kebuntingan  ke-25, mencapai  puncaknya  pada hari ke-49 -  50,  dan  menghilang kira-kira  pada hari ke-150. Kehadiran  hormon  gonadotropin itu  bersamaan  dengan waktu  implantasi  dan  menghilangnya bersamaan  dengan  waktu  bila  dilakukan  ovariektomi   tak terjadi  abortus. Konsentrasi HCG dalam darah manusia  hamil berkorelasi dengan konsentrasinya dalam urine. Nilai  puncak 120  IU/ml serum dicapai pada hari-hari ke-62  setelah  mens terakhir  dan penurunan yang cepat menjadi 10 IU/ml  terjadi pada hari ke-154. Selanjutnya naik jadi 20 IU pada hari  ke-
200 sampai akhir kebuntingan.
Human  placental lactogen (HPL) diisolasikan  dari  plasenta manusia  oleh  Josimovitch dan Mc.Laren (1962).  Hormon  itu mempunyai  aktivitas biologis seperti somatotropin dan  pro­laktin.  HPL terdapat dalam darah wanita hamil  dari  minggu ke-6 dan konsentrasinya meningkat terus dan menghilang dalam 24 jam setelah partus.
6.10 Kelenjar Pinealis (Epiphysis Cerebri)
Kelenjar pinealis dimasukkan dalam golongan kelenjar  endok­rin, meskipun fungsinya belum diketahui secara pasti. Letak­nya  diatas talamus dan terikat pada dinding  ventrikel  III yang  terdiri  dari  sel  parenkim.  Ada  tanda-tanda  bahwa kelenjar  ini  menghambat pertumbuhan alat  kelamin  jantan.
Diperkirakan kelenjar epifisis bersifat menghambat pertumbu­han  gonad. Tumor epifisis pada anak-anak dapat  menyebabkan penundaan perkembangan sexual. Pada kodok tampaknya kelenjar ini   merupakan photoreceptor.  Sintesis   faktor   kulit, melatonin  memerlukan  suatu  enzim   (hydroxyndole-O-Methyl -
transferase) yang hanya dimiliki oleh kelenjar epifisis.
6.11 Kelenjar Thymus
Thymus  adalah  organ thymosin limfoid  yang  terletak  pada kedua sisi trachea sepanjang leher. Organ ini hanya dianggap berperan  aktif sebagai organ limfoid khususnya  pada  hewan muda. Biasanya kelenjar ini mulai menghilang setelah  puber­tas tercapai. Kelenjar thymus mammalia akan mengalami atrofi
pada  waktu hewan menjadi dewasa. Selye  (1950)  membuktikan  bahwa  organ  ini  merupakan sasaran  sangat  sensitif  bagi hormon adrenoglukokortikoid . Thymus essensial bagi  perkem­bangan    normal    kemampuan    immunologi"    (immunologic competence).  Ada kemungkinan kelenjar  thymus  menghasilkan agen  humoral  (thymosin)  yang masuk  peredaran  darah  dan menstimulasi  proliferasi limfoid di berbagai bagian  tubuh. Diperkirakan  hormon thymus bereaksi dengan sel-sel  limpoid dari thymus dan jaringan limfoid lainnya untuk  menghasilkan sel-sel yang mampu bereaksi dengan antigen. Bila sel limfoid itu bertemu dan bereaksi dengan antigen sel itu akan memper­banyak  diri  dan menjadi sel-sel  plasma  yang  mensintesis antikorpora yang sesuai.
6.12 Zat-Zat Serupa Hormon
Ada  sekelompok zat-zat yang dihasilkan tubuh  dan  kerjanya seperti  hormon,  tetapi tidak  disekresikan  oleh  kelenjar endokrin, sehingga tidak memenuhi definisi hormon. Diantara­nya  disebut sebagai hormon gastrointestinalin  dan  terdiri dari :
(1) gastrin  :  berasal dari pilorus dan  dilepaskan  karena adanya  distensi dan gerak lambung. Fungsinya  stimulasi sekresi asam HCL oleh kelenjar dinding lambung,
(2) enterogastron  :  berasal dari duodenum  dan  dilepaskan oleh  adanya  lemak  dan asam lemak  plus empedu  dalam duodenum. Fungsinya menghambat aktivitas lambung,  yaitu inhibisi sekresi dan gerak lambung,
(3) sekretin  :  berasal dari duodenum dan  dilepaskan  oleh adanya asam dan pepton dalam duodenum. Fungsinya  stimu­lasi sekresi pankreas (air dan elektrolit),
(4) pankreosimin : berasal dari duodenum dan dilepaskan oleh adanya asam dan pepton dalam duodenum. Fungsinya  stimu­lasi sekresi pankreas (enzim),
(5) kholesistokinin  : berasal dari duodenum dan  dilepaskan oleh  adanya lemak dalam duodenum.  Fungsinya  stimulasi kontraksi  vesica fellae (kantung empedu)  dan  relaxasi sphincter oddii, artinya pelepasan getah empedu,
(6) enterokrinin : berasal dari jejunum dan dilepaskan  oleh adanya  hasil  pencernaan. Fungsinya stimulasi  sekresi kelenjar dinding intestinum (usus halus).
Beberapa zat lain adalah :
(7) urogastron  : suatu zat yang menghambat  aktivitas  lam­bung. Zat ini dikeluarkan melalui urine.
(8) renin  : dihasilkan oleh ginjal dan berfungsi  menaikkan tekanan  darah.  Kerusakan  pada  ginjal  dan rendahnya tekanan darah menyebabkan dibebaskannya renin.
(9) prostaglandin  :  terdapat pada  hampir  semua  jaringan tubuh.  Secara  kimiawi  prostaglandin  merupakan   asam hidroxi  tak  jenuh yang mempunyai cincin  segi-5  dalam rantai  yang  terdiri dari 20 atom  karbon.  Berdasarkan struktur kimianya prostaglandin alami dibedakan  menjadi prostaglan-din  A,  B,  C, E dan F.  Prostaglandin  F  2-a memegang peranan yang paling penting dalam proses repro­duksi.
Peranan PGF 2 a antara lain adalah :
(1) terlibat  dalam  peningkatan  kontraksi  oviduct   dalam transport sel telur dan spermatozoa,
(2) berperan  pada  partus atau  dapat  menyebabkan  terjadi abortus,
(3) dapat menstimulasi sekresi progesteron,
(4) mengatur  siklus  estrus  dengan  mempengaruhi   regresi korpus luteum (bersifat luteolitik).
6.13 Peranan "CAMP" Sebagai Pembawa Pesan Kedua
CAMP atau cyclic adenosine monophosphate sebelum tahun  1960 belum diketahui peranannya. Sutherland & Hall (1960)  menun­jukkan bahwa CAMP berperan sangat penting pada hampir setiap sel  berinti  untuk meneruskan pesan yang  disampaikan  oleh hormon  kepada  sel agar berfungsi.  Hormon  adalah  pembawa pertama, sedangkan CAMP adalah pembawa pesan kedua.  Pembawa pesan  pertama  yang hanya sampai pada  dinding  sel  adalah hormon  protein,  sedangkan yang dapat masuk  ke  dalam  sel adalah hormon steroid.
Dalam sel bisa terjadi dua macam reaksi sebagai respons atas stimulasi  suatu hormon. Bila hormon itu  bermolekul  besar, hingga tak dapat masuk ke dalam sel, hanya terjadi interaksi dengan reseptor yang terdapat pada dinding sel. Bila  hormon itu  bermolekul kecil, hingga dapat masuk ke dalam sel  atau bahkan  dalam  inti sel, terjadi interaksi  dengan  reseptor yang terdapat dalam rangkaian DNA. Sebagai contoh : rangkai­an reaksi glikogen menjadi glukose oleh glukagon. Sel  sasa­ran  glukagon adalah sel hati. Interaksi antara  hormon  dan reseptor  pada dinding sel sasaran  menyebabkan  terlepasnya
enzim  adenil siklase dari dinding sel ke dalam  sitoplasma. Adenil siklase bertindak sebagai katalisator bagi terbentuk­nya  CAMP dari ATP. Perubahan ATP menjadi  CAMP  menyebabkan terurainya energi yang dikandung oleh ATP. Energi ini  digu­nakan  oleh sel untuk berbagai kegiatan,  termasuk  kegiatan CAMP dalam membentuk enzim fosforilase-kinase-kinase.  Enzim terakhir ini mengaktifkan defosfo-fosforilase-kinase menjadi fosforilase-kinase yang menyebabkan terbentuknya fosforilase dari  defosforilase.  Fosforilase  memotong-motong   molekul glikogen  menjadi  molekul-molekul yang lebih  kecil,  yaitu
glukose  monofosfat.  Glukose yang terakhir  ini  dibebaskan oleh sel-sel hati dan dapat digunakan sebagai sumber  energi oleh sel lain.
Hormon  steroid  setelah dilepas oleh  sel-sel  endokrinnya, dibawa oleh protein besar (protein pembawa steroid) ke  sel-sel  sasaran. Pada dinding sel, steroid ini dilepaskan  oleh protein  pengembannya,  masuk ke dalam  sel,  diterima  oleh protein  besar pengemban steroid yang terdapat  dalam  sito­plasma. Oleh protein pengemban kedua ini hormon  dihantarkan ke dinding inti sel, steroid diterima oleh protein pengemban ketiga  yang molekulnya kecil, ke DNA atau jaringan  genetik yang  membentuk kromosom. DNA membentuk RNA yang  dilepaskan ke luar dari inti sel, masuk ke dalam sitoplasma dan mengor­ganisasi pembentukan protein oleh ribosom.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar